Rabu, 15 Maret 2017

Cerpen, Sajak, Puisi "Ingatan Kenangan yang Tak Kunjung Kering"

Ingatan Kenangan yang Tak Kunjung Kering

Aku kembali di tengah kerumunan orang. Banyak yang berlalu lalang di depanku, beberapa memandang diamku, banyak yang lebih tak memperhatikanku, acuh, dan berlalu begitu saja. Kupandangi wajah mereka satu per satu. Tepat sekali, sungguh yang kutemukan adalah wajah-wajah asing yang tak ku kenali.
Banyak, tak terhitung jumlah orang yang berada di tempat ini. Berteduh, mereka menunggu redanya hujan yang merintik pelan tapi berlangsung lama. Banyak sekali raut wajah yang nampak di sini. Ada yang diam memandangi layar handphonenya, sesekali mereka mendongakkan wajahnya melihat apa yang ada di sekeliling mereka, ada yang memasang headset di telinganya, ada juga yang menunduk memandang layar handphone sambil besenandung lirih. Tak sekadar itu, yang kulihat beberapa dari mereka berada dalam gerombolan-gerombolan yang melakukan kegiatan masing-masing dalam gerombolannya.
Wajah serius dan sesekali tertawa mengejek nampak dari segerombolan orang yang sedang asyik memainkan kartu di halaman lobi gedung. Ada yang sedang sangat menikmati asap rokok yang dihisap, yang kata orang bisa menenangkan dan menghangatkan tubuh. Ada juga beberapa gerombolan menceritakan secara bergantian hal-hal yang mereka tahu yang sepertinya menarik sampai-sampai teman yang lain mendengarkan dengan seksama, tak terlewatkan oleh pendengaranku sesekali terkuar kata-kata bully-an yang tertuju pada salah seorang dari mereka kemudian gelegar suara tawa menyeruak memenuhi ruang pendengaranku dan seluruh ruang setengah terbuka ini.
Tertawa, serius, melamaun kosong, diam datar, merengut, dan mengedip-ngedipkan mata, dan banyak sekali ekspresi yang tertuang di wajah mereka. Sangat ramai, gaduh di sini, tidak tenang sama sekali.



Hujan, kesendirian dan kesepian, mengantarku masuk dalam lamun tentangmu.

Tapi aku tetap bertahan di tempat ini, karena aku juga sedang berteduh dari jarum-jarum hujan yang dingin itu.
Ramai, tapi aku sendiri. Atau lebih tepatnya aku kesepian. Hujan tak kunjung reda, pandangku melesat jauh ke setiap lorong yang menghadapku. Lebih baik aku rebah dalam kesunyian, tapi disana aku bisa temukan diriku dan beberapa orang yang kukasihi saling membagi tawa ceria dalam bayang imajinasiku. Tersadar lagi dari lamunku setelah wajahmu tiba-tiba muncul di beranda angan-anganku. "Kamu? Datang lagi?", batinku heran menerka-nerka dari mana dia datang merasuk dalam angan dan bayangku.
Lagi-lagi dirimu, sosok yang selalu hadir. Tak pernah absen dari hari-hariku, lamunku dan bahkan tidurku. Aku ingin sejenak saja tak melihatmu dalam bayang, namun bayang itu tak nyata, sama seperti harapku yang tak nyata meski hanya dalam bayang lamunanku. Aku sama sekali tak mengerti. "Apa aku tak menerima kepergianmu yang menyisakan debar yang tertinggal-membekas?", aku bertanya dalam diam. "Ah, aku menyayangimu, aku mencintaimu, tapi tak begini cerita yang seharusnya kulalui!", lawanku pada pertanyaanku sendiri. Kamu-membayang.
Kamu memang tak menemukan aku di sini, yang seperti ini. Tapi kamu, selalu berhasil kutemukan bahkan dalam bayang dan tidur lelapku. Betapa hebatnya kamu, yang sekali-sehari dua hari-datang mengisi kisah kosongku, lalu menjadi begitu membekas di kedalaman sukmaku. Dalam, tak terselami, hingga sampai kau tak nampak di kegelapan karena terlalu dalam pun kamu tetap ada. "Rasa cinta macam apa ini, sulit sekali menumpuk memori tentangmu, meski ada yang sukarela mengorbankan waktunya untuk membantuku.", aku mengeluh, mulai lelah atas ketidakmengertianku. Aku terpendam, dalam kebingungan, dalam kebimbangan, dalam hal-hal yang tak ku mengerti kapan mulai dan berakhirnya.
Kisah macam apa yang menyeka tubuh ringkih ini. Bukan hanya tubuh, tapi hati. Selalu terbayang kisah senja. "Ah! Kisah itu lagi!", omelku perlahan ketika menyadari aku bertemu kamu lagi dalam lamun tak berbatas itu.
Aku mulai gelisah, memandang serbuan rintik yang seakan tiada lelah berjatuhan menghujam bumi. Kapan mentari hadir untuk menghentikan rintik basah ini jatuh.





Aku semakin teringat akanmu. Hujan ini semakin pekat membawa kenangan kisah yang berujung itu, yang memang tak terwujudkan. Aku suka menikmati hujan, tapi ternyata kali ini tidak. Aku sungguh ingin segera lenyap basah yang hilangkan jalanan kering ini.
"Kamu sedang apa? Hangatkah kamu di cuaca ini?", tak bisa kutepiskan pertanyaan itu dari hatiku. Mungkin kamu tak pernah berpikir akan semembekas ini goresan kisah yang pernah kau perkenalkan padaku. Aku juga tidak. Tapi sejauh ini aku merasa. Aku selalu mencoba meyakinkan diri dan bisa dibilang aku mencobai hatiku, ingin tahu seberapa dalam aku mencintaimu. Tapi hampa, aku masih tak tahu apapun.
Kerumunan orang satu per satu meninggalkan ruang setengah terbuka ini. Semakin detik mengetukkan dirinya, perlahan sunyi karena suara teriakan dan tawa menghilang. Semakin sedikit orang yang bisa ku pandang sekarang, dan aku masih terdiam.
Beberapa saat kemudian, datanglah seseorang yang tak ku kenal, kita mengobrol singkat tanpa perkenalan sama sekali. Dia berhasil membuatku tersenyum dan kamu hilang-sejenak. Dia memasang headsetnya dan lagi, kamu segera menyerobot pikiranku seakan kamu tak ingin ada yang mengisi pikiranku kecuali dirimu. "Aku ini kenapa? Aku ingin mendoakanmu agar bahagia lengkap dengan sosok yang kau damba segera mendekapmu", aku berbisik dengan wajah yang sesekali memejam dengan kuatnya hingga bulu mata terbenam sempurna dalam lipatan mata ini. Berjam-jam sudah aku duduk, terdiam, membiarkan ingatan akanmu bangkit dan menemani pandangku pada hujan. Kamu selalu hadir.
Terima kasih untuk hadirmu, sosok senja yang membekaskan rasa yang tertinggal di hati. Entah sampai kapan anganku membayangkan wajahmu di panggung imajinasiku. Aku mencoba menikmatinya, dan karena bersyukur aku bisa bahagia. Seperti sekarang, dan akan tetap seperti ini. Aku tetap berusaha.
"Rindu yang Kian Kuat"

Selasa, 14 Maret 2017

Puisi, Syair, dan Sajak "Memiliki ragamu (bukan hati)"

Memiliki Ragamu (bukan hati)


Seruan rinduku ini sampaikah di telingamu?
Apa kau mendengarnya? Atau sengaja mengabaikannya?
Bukan hati yang kini kau cari, mungkin aku tak lagi memiliki arti yang terpatri
Masih pantaskah aku mempertanyakan keberadaanku dalam hidupmu?
Di bagian apa kau letakkan rasa yang kupercayakan padamu?
Aku memang berbeda, tak seperti wanita yang kau damba
Aku terlampau buruk untuk kau sebut sebagai kekasih
Tapi, aKu masih menyimpan tanya mengenai hadirku dalam hidupmu
Apakah aku lebih penting atau malah tak bermakna dibanding dengan orang2 yang lebih dulu menghadiri detak waktumu?
Buatlah aku mengerti tentang adaku dalam harimu itu
Seberapa pentingkah aku untukmu
Seberapa bergunanya aku untukmu
Seberapa berharganya aku untukmu
Jika memang tak sebesar apa yang aku rasa, lebih baik katakan saja
Aku lebih baik mundur perlahan
Karna jika kau mencintaiku, seharusnya kau tak kan pernah sanggup mendengar aku diperolokkan seakan aku mencurimu dari kepemilikan seseorang
Aku hanya menikmati bagianku saja
Bukan merampas atau bahkan mencuri milik orang
Bukan hadirmu yang salah, mungkin caramu meninggalkan yang kurang memberi arti
Aku masih tetap milikmu, selama kau tak memindah tangankan kepemilikan itu pada orang lain

Puisi, Syair, dan Sajak "Sebuah Keputusan"

Sebuah Keputusan


Sejenak aku terpaku di ketiadaanmu
Menatap setiap jejak yang nampak sepeninggalanmu
Keraguan yang sempat muncul kembali kau sirnakan
Meski lagi2 tak mengerti seperti apa harus menyebutnya
Namun aku memilikimu, dan bukan kehilanganmu
Aku bukan lagi serpihan semu, tapi aku adalah nyatamu
Percayalah, sesuatu yang kumiliki akan kujaga, meski harus terus belajar cara memperlakukannya
Bukan menjadi seperti apa maumu, tapi berproses menjadi yang lebih baik bersamamu

Puisi, Sajak, dan Syair "Ruang Persimpangan"

Ruang Persimpangan



Bukan dia, tapi aku yang semu
Bahkan adaku tak menggores apapun
Aku pun memiliki batas, bahkan meski kau sendiri yang membuka jalan itu
Aku selalu terhenti oleh bayangan yang menarikmu
Bukan jarak itu, namun kau tak pernah berani menolaknya, dan kamu semakin terjerembab dalam keraguanmu sendiri
Ada sesuatu yang aku tak tau, bahkan mungkin tak kan pernah tau
Banyak hal yang mungkin juga kau pertimbangkan di antara setiap ragu yang membayangimu
Jika memang aku salah satu keraguanmu, maka lepaskanlah untuk mengurangi bebanmu
Legakanlah gerakmu, luaskanlah jalanmu sendiri
Fokuslah, jangan menjadikanku beban, jangan memberatkan diri karna hadirku

Puisi dan Syair "Rindu Hadirmu"

 Rindu Hadirmu 


Pantaskah aku mengeja kembali syair rindu yang membentang diketiadaanmu?
Aku ingin berbicara mengenai gumpalan2 yang menyesakkan pada jejak yang kau tinggalkan
Aku hanya bisa bergeming ketika raga tak berkesempatan untuk bersua
Lirih bisikmu terngiang tak beraturan di pendengaranku
Hati pun bergejolak tak berirama seakan tak mengerti makna pola
Aku ingin mengerti tentang keteduhan dan ketenangan selepas dekapmu
Namun aku hanya bisa meredamnya dengan mengeja setiap rindu mengikuti arah pergimu
Entah kapan aku menemukan titik tanda berakhirnya syair rindu

Jumat, 10 Maret 2017

Sajak dan Puisi "Penyataan Semu"



Banyak orang bijak yang bilang, “Disaat terpuruklah muncul ide ide brilian”
mungkin ini yang adminnya rasakan kali yaa? :D
Cek aja nih sendiri sajak terbaru buatan sendiri hahaha :D maklum Newbie


Penyataan Semu


Pernyataan semu itu terdengar lagi
Dibalik sebuah bayang bayang kelam yang menutupi lembaran indah
Entah mengapa gemerlam petir yang menyambar kali ini membangkitkan kembali akan hal itu
Tentang suatu masa atau sejarah yang mengotori kertas di perjalanan hidupku
Pernyataan semu itu terdengar lagi
Seakan bayang kelam berusaha mengungkapkan perasaannya
Tentang apa, mengapa, dan bagaimana
Bersama dengan itu, bayang bayangmu menggoreskan luka lagi
Luka yang sudah lama menghindar dari darah darahnya
Tertutup debu karena waktu yang tak terasa lagi
Ya. Itu karna pernyataan semumu itu
Kelam dan kesemuannya memberikan diksi serta khayalan
Yang membuatku jatuh dan tertutup bayang bayang semumu kembali

Sajak "Perdebatan Ujung dari Sebuah Pucuk Pengharapan"

Selamat malam guys.. maaf admin sudah lama tidak post apapun, soalnya lagi berjuang sebagai Pejuang UN, hehehehe..
Kali ini ada percakapan dua sosok makhluk astral yang berdebat menggunakan bahasa alien nihh :D
dan salah satunya adalah admin sendiri.. hahahaha

Perdebatan Ujung dari Sebuah Pucuk Pengharapan

A   :   Hai sosok penerangku, jikala kau perlu sesuatu? Jangan datang padaku, aku hanyalah kelabu yang akan memebuat sosokmu perlahan menjadi abu dalam kalbu.”
B   :   “Ketahuilah! Tak ada yang membanggakan diri untuk menjadi sang abadi, yang hanya ialah sebait nama yang berusaha membuat keberadaannya berarti.”
A  :   “Ya, kala nama itu telah terpatri dalam hati, siapakah gerangan yang bisa mengganti? Sungguh hadirnya menumpahkan banyak arti, dan sekali lagi.. aku telah terhenti.”
B   :   “Seperti halnya senja, akupun begitu.. berusaha memberi sesuatu yang tak mudah dilupakan, karna pada hakikatnya aku akan tenggelam bersama bayang bayang yang takkan lagi bisa menyinarimu.”
A   :   “Senja memang banyak meyisahkan kisah dan ribuan cerita.. satu dari beberapa kisah terbenam dalam angan.”
B   :   “Mungkin esok atau lusa, kita akan bertemu lagi di waktu atau tempat yang sama meski terkadang dalam keadaan yang berbeda, siapa yang tahu akan hal itu?”
A   :   “Berbicara mengenai waktu, mungkin kita akan merasa jenuh atau muak dengan detakan yang tak ada hentinya.. tapi, darinya yang tak pernah menyerah mengajarkan kita mengenai rentetan cerita dengan durasi masing masing.. begitu pula aku yang tak pernah henti mendetakkan jantung hanya demi memaknaimu dalam hidup untuk kubawa dalam damaiku.”
B   :   “Mungkin hanya itu yang bisa, bersama dengan tempat ini akan kuselipkan sebuah sejarah, oh mungkin kenangan? Atau apa saja tentangmu.. agar terpatri didalam sanubariku.. terbawa bersama semerbak wangi itu dan terbawa oleh angin yang menghembus menerjang jiwamu.. dikala itu, kini, hingga nanti..”
“Dan satu lagi.. takkan ada kalimat yang mampu mengungkapkannya, karna beribu bait, sajak, bahkan puisi takkan mampu menjinakkan perasaan ini.. hanya saja aku bertitip pesan untukmu.. tolong jangan hina aku, karna sang mega pun tau sebelum saat ini ada, aku pernah menjadi sesuatu yang pernah kau nanti.. waktu itu, meski bukan saat ini.”