Selasa, 30 Agustus 2016

Makalah Sejarah Faktor Tumbangnya Rezim Orde Baru



 MAKALAH SEJARAH
FAKTOR TUMBANGNYA REZIM ORDE BARU
                   
NAMA KELOMPOK
v      Muhammad Niskala Rahmat
v      Andreas Maulana
v      Rizal M. Rifa’i
v      Suciyani
v      Qurotul Aini
v      Nurul Suryaningsih
v      Siska Nurul Sahab


KELAS XII IPA 2


SMA NEGERI 1 BAWANG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017




Kata Pengantar
          Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah Faktor-faktor dan Kronologi Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru.”
Penyusunan makalah tersebut dapat selesai, tidak terlepas dari bimbingan guru bidang studi Sejarah yaitu Bapak Syafrizalman, ucapan terima kasih kepada guru pembimbing.
Kami menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula makalah tersebut masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Atas kritikan dan saran, kami mengucapkan terima kasih.



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
Orde baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan presiden Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1966 hingga tahun 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski dibarengi dengan praktek korupsi yang merajalela di Negara ini. Hal ini terlihat dari peningkatan pendapatan perkapita rata-rata 4,3% pertahun pada tahun 1965-1988. Dari tahun 1988, perekonomian tumbuh hampir 7% dalam setahun. Keberhasilan program keluarga berencana dan langkah-langkah untuk meningkatkan produksi beras secara dramatis menurunkan malnutrisi(kekurangan gizi) dan kematian bayi.  Prestasi terbaik Soeharto adalah penurunan angka kemiskinan. Sejumlah ekonom memperkirakan, lebih dari 70% masrakat Indonesia hidup dalam kemiskinan pada tahun 1970. Pada tahun 1990, angka tersebut menurun menjadi sekitar 15%. Di pertengahan tahun 1980-an, Soeharto dijuluki sebagai bapak pembangunan.
Pada pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi melanda Asia yang menyebabkan kondisi ekonomi Negara-negara Asia termasuk Indonesia sangat memprihatikan. Adapun krisis ini disebabkan karena keterikatan system ekononi Indonesia atau global dimana IMF, Bank Dunia, dan lembaga keuangan lain menjadi salah satu sumber keuangan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional. Krisis ekonomi yang di tandai dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah bersamaan dengan melambungnya nilai mata uang dollar serta diikuti dengan melambungnya harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.
Kontradiksi internal yang demikian menciptakan keretakan pada dinding system politik orde baru. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa yang ditandai dengan tumbangnya orde baru dan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 21 mei 1998. Gerakan diawali dengan terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat. Gedung wakil rakyat, yaitu gedung DPR / MPR dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organisasi yang mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum Kota karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR.
Pemerintah Soeharto semakin disorot setelah tragedi TRISAKTI pada tanggal 12 mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari selepasnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir di seluruh Indonesia. Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pada tanggal 21 mei 1998 tepatnya pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan kemudian mengucapkan terimakasih serta mohon maaf kepada seluruh rakyat.
Berdasarkan hal tersebut, kami mencoba menyusun makalah yang memperjelas pemahaman tentang faktor penyebab jatuhnya pemerintahaan orde baru dan kronologinya.
1.2.          Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapt dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apa faktor-faktor yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan orde baru?
1.3            Tujuan
Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.      Mendeskripsikan faktor penyebab jatuhnya pemerintahan orde baru.
1.4            Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut.
1.      Bagi pelajar, makalah ini dapat dijadikan sebagai materi pemahaman tentang factor dan kronologi jatuhnya pemerintahan orde baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.    Masa Orde Baru
Pada hakikatnya orde baru bukan penyangkalan terhadap  yang lama tetapi lebih sebagai pembeharuan yang terkait dengan persoalan bangsa yang dinilai sangat kronis. B  Penataan yang baru tidak hanya terfokus pada bidang tertantu tetapi mencakup perubahan dan pembagaruan tatanan seluruh kehidupan bangsa dan Negara bedasarkan kemurnian pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain, orde baru menjadi titik awal koreksi terhadap berbnagai penyelewengan pada masa lampau. Orde baru juga mengemban tugas menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan satbilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Pemerintahan orde baru mnenyadari sepenuhnya bahwa akibat konflik yang berkepanjangan, penderitaan rakyat telah mencapai titik yang tertinggi. Oleh karena itu pemerintah orde baru menyadari bahwa stabilitas politik adalah hal yang penting untuk ditegakkan demi kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional.
Pemerintah orde baru menggunakan politik sebagai sarana untuk menciptakan berbagai instrument politik dengan tujuan menguasai dan mengontrol kelompok yang dikuasai, yaitu rakyat. Hal itu dilakukan tentu tidak lepas dari koridor untuk menciptakan kondisi politik yang mantap sebagai kunci sukses orde baru dalam melaksanakan pembangunan.
2.2.     Kelebihan dan Kelemahan Pemerintah Orde Baru
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
·         Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000.
·         Sukses transmigrasi.
·         Sukses KB.
·         Sukses memerangi buta huruf.
·         Sukses swasembada pangan.
·         Pengangguran minimum.
·         Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
·         Sukses Gerakan Wajib Belajar.
·         Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.
·         Sukses keamanan dalam negeri.
·         Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
·         Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
·         Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme.
·         Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pem-bangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan dae-rah sebagian besar disedot ke pusat.
·         Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
·         Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
·         Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin).
·         Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
·         Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel.
·         Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus).
·         Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).



BAB III
HASIL DISKUSI
3.1 Faktor-faktor Penyebab Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Runtuhnya pemerintahan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang disertai dengan tuntutan demokratisasi di segala bidang serta tuntutan untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia telah menjadi perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang sangat cepat dan dinamis. Situasi ini menuntut bangsa Indonesia untuk berusaha mengatasi kemelut sejarahnya dalam arus utama perubahan besar yang terus bergulir melalui agenda reformasi.
Ada beberapa factor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai berikut.
1.    Krisis Ekonomi dan Moneter
Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Banyak perusahaan besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah.
Akan tetapi, setelah Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar, Indonesia sangat merasakan dampak paling buruk. Hal ini disebabkan oleh rapuhnya fondasi Indonesia dan banyaknya praktik KKN serta monopoli ekonomi. Pada tanggal 1 Juli 1997 nilai tukar rupiah turun dari Rp2.575,00 menjadi Rp2.603,00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mencapai Rp5.000,00 per dollar, bahkan pada bulan Maret 1998 telah mencapai Rp16.000,00 per dollar Amerika Serikat.
Factor lain yang menyebabkan krisis ekonomi di Indonesia adalah masalah utang luar negeri, penyimpangan terhadap pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik.
a.       Utang Luar Negeri Indonesia
Utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang negara, tetapi sebagian merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan negara hingga 6 Februari 1998 yang disampaikan oleh Radius Prawira pada sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha mencapai 63,462 milliar dollar AS, sedangkan utang pihak swasta mencapai 73,962 milliar dollar AS.
b.      Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
Dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat ditafsirkan bukan merupakan kemakmuran orang per orang, melainkan kemakmuran seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sistem ekonomi yang berkembang pada masa Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
c.       Pola Pemerintahan Sentralistis
Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan sistem pemerintahan bersifat sentralistis, artinya semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintahan (Jakarta), sehingga peranan pemerintah pusat sangat menentukan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Selain pada bidang ekonomi, politik sentralistis ini juga dapat dilihat dari pola pemeberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris. Disebut Jakarta-sentris karena pemberitaan yang berasal dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Jakarta selalu dipandang sebagai pusat berita penting yang bernilai berita tinggi. Berbagai peristiwa yang berlangsung di Jakarta atau yang melibatkan tokoh-tokoh Jakarta dipandang sebagai berita penting dan berhak menempati halaman pertama.
2.      Krisis Politik
Pada dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut diangkat berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Pada dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut diangkat berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan proses pengawasan dan pemberian mandataris kepemimpinan dari DPR dan MPR kepada presiden menjadi tidak sempura. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Karena keadaan tersebut, mahasiswa yang didukung oleh dosen dan rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshuffle cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR serta melaksanakan pemilu secepatnya.
Salah satu penyebab mundurnya Soeharto adalah melemahnya dukungan politik, yan telihat dari pernyataan politik Kosgoro yang meminta Soeharto mundur. Pernyataan Kosgoro pada tanggal 16 Mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua MPR/DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.
Mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan proses pengawasan dan pemberian mandataris kepemimpinan dari DPR dan MPR kepada presiden menjadi tidak sempura. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Karena keadaan tersebut, mahasiswa yang didukung oleh dosen dan rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshuffle cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR serta melaksanakan pemilu secepatnya.
Salah satu penyebab mundurnya Soeharto adalah melemahnya dukungan politik, yan telihat dari pernyataan politik Kosgoro yang meminta Soeharto mundur. Pernyataan Kosgoro pada tanggal 16 Mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua MPR/DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.
3.      Krisis Kepercayaan
Dalam pemerintahan Orde Baru berkembang KKN yang dilaksanakan secara terselubung maupun secara terang-terangan. Hal terseut mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dan ketidakpercayaan luar negeri terhadap Indonesia.
Kepercayaan masyarakt terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto berkurang setelah bangsa Indonesia dilanda krisis multidimensi. Kemudian muncul bderbagai aksi damai yang dilakukan oleh para masyarakat dan mahasiswa. Para mahasiswa semakin gencar berdemonstrasi setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncaknya pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.
4.      Krisis Sosial
Ada dua jenis aspirasi dalam masyarakat, yaitu mendukun Soeharto atau menuntut Seoharto turun dari kursi kepresidenan. Kelompok yang menuntut Presiden Soeharto untuk mundur diwakili oleh mahasiswa. Kelompok mahasiswa ini memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia. Organisasi yang mendukung mundurnya Presiden Soeharto diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Forum Kota (Forkot).
5.      Krisis Hukum
Banyak ketidakadilan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Oede Baru. Seperti kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah (eksekutif). Namun pada saat itu, kekuasaan kehakiman dibawah kekuasaan eksekutif. Hakim juga sering dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa, keluarga kerabta, atau para pejabat negara. Reformasi menghendaki penegakan hukum secara adil bagi semua pihak sesuai dengan  prinsip negara hukum.
3.2 Runtuhnya Pemerintahan Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh subur. Praktik korupsi menggurita hingga kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 1998. Rasa ketidakadilan mencuat ketika kroni-kroni Soeharto yang diduga bermasalah menduduki jabatan menteri Kabinet Pembangunan VII. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat penyelesaian hukum secara adil.
Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat. Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial.
Pemerintah mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya, program “Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997-1998.
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter dan keuangan yang semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia. Hal ini diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir. Dari beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF justru memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional pada 1 November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara.
Krisis ekonomi mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah. Daya beli masyarakat menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp 17.000,00 per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah mengeluarkan “Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Krisis ini ditandai adanya keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan keahliannya. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.
Munculnya gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Gerakan reformasi tahun 1998 mempunyai enam agenda antara lain suksesi kepemimpinan nasional, amandemen UUD 1945, pemberantasan KKN, penghapusan dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai berikut :
1.      Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Asia, yang dimulai di Thailand menghantam Indonesia. Akibat krisis ini organisasi perbankan kita menjadi berantakan yang sampai sekarang belum dapat di konsolidasi kembali. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika tetap di dalam tingkat yang amat rendah, sehingga harga-harga keperluan umum, terutama sembako, dalam hitungan rupiah tetap tinggi.
Krisis yang melanda Indonesia juga disebabkan karena praktek KKN. Istilah KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) adalah istilah yang paling populer yang disuarakan oleh kaum reformis untuk segera diberantas. Kolusi diantara penguasa pada masa ORBA dengan para pengusaha hanya menguntungkan kedua belah pihak. Sedangkan rakyat hanya menerima akibat buruk dari praktek tersebut. Demikian juga, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara telah menguras sumber ekonomi negara sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat tidak sampai kepada sasarannya. Adapun nepotisme adalah praktek penguasa yang lebih mementingkan anggota keluarga atau golongan untuk memperoleh jabatan serta kesempatan-kesempatan dalam dunia usaha. Penderitaan rakyat akibat krisis ekonomi dibaca dengan baik oleh kelompok intelektual terutama mahasiswa.
Dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi adalah pada ketersediaan cadangan devisa. Setelah mengalami beberapa kegagalan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar, maka cadangan devisa negara merosot dari sekitar 20 milyar dollar AS pada pertengahan 1997 menjadi sekitar 14 milyar pada pertengahan 1998. Hal ini juga merupakan dampak dari memburuknya neraca modal Indonesia terhadap penurunan arus modal masuk secara drastis maupun melonjaknya arus modal keluar.

2.      Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998
Untuk dapat mencermati pergerakan mahasiswa dapat dibedakan menjadi empat periode. Periodisasi ini dibuat dengan mendasarkan pada momen-momen penting dalam gerakan mahasiswa tahun 1998 yaitu : tanggal Sidang Umum MPR 1-11 Maret 1998, Insiden berdarah Universitas Trisakti 12 Mei dan mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998. Periode pertama adalah periode sebelum 1 Maret 1998. Pada awal periode itu, isu yang ditampilkan belumlah menyangkut substansi reformasi melainkan sebatas pada kondisi aktual saat itu seperti: kelaparan di Irian Jaya, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, menuntut pemerintah untuk menurunkan harga-harga barang, dan menindak penimbun sembilan bahan pokok (sembako). Contonya adalah aksi 150 mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan mimbar bebas di kampus Baranangsiang pada hari Rabu, 3 Desember 1997 dengan poster-poster yang dipajang bertuliskan: Berantas Korupsi dan Kolusi, Tindak Tegas Mega Koruptor di BI, Tindak Tegas Pembakaran Hutan, Tindak Tegas Aborsi Sampai ke Akar-akarnya. Pada hari Senin 12 Januari 1998 sebanyak 24 orang mahasiswa IPB Bogor mendatangi balaikota Bogor dengan mempermasalahkan merebakknya gambar-gambar porno yang terpasang disejumlah bioskop dan maraknya praktik prostitusi di beberapa tempat di wilayah Bogor. Aksi-aksi demo tersebut bersifat lokal sporadis dan belum memiliki dampak berantai kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya, baik yang dari satu perguruan tinggi ataupun ke perguruan tinggi lainnya. Di samping jumlah partisipan yang cenderung terdiri atas sebagian kecil mahasiswa dari satu perguruan tinggi, aksi-aksi ini belum memiliki sebuah kerangka dan agenda aksi yang terjadwal.
Periode kedua adalah 12 Maret 1998-12 Mei 1998. setelah sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan demonstrasi. Isi-isu yang dimunculkan pada periode ini berkenaan dengan kredibelnya kabinet Pembangunan VII karena dinilai sarat dengan nepotisme dan koncoisme. Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa dalam melakukan aksi di dalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk berdemonstrasi di luar kampus sudah tentu memicu bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar pada periode ini terjadi di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan yang menyebabkan diliburkannya kampus dari kegiatan akademik sejak 29 April hingga 7 Mei 1998. Aksi ini sempat disebut sebagai aksi yang paling beringas yang melibatkan aksi saling melempar batu antara mahasiswa dan aparat, penembakan gas air mata, pembakaran 2 motor aparat keamanan dan lain sebagainya. Dalam periode ini isu-isu lain yang muncul adalah mengenai dialog yang diprakarsai oleh ABRI dan peristiwa penculikan para aktivis. Sebagaian besar mahasiswa dari perguruan tinggi yang telah mapan seperti UGM, UI, IKIP Bandung, IAIN, dan Unpad tidak hadir dalam dialog tersebut.
Periode ketiga, periode ini ditandai dengan terjadinya peristiwa insiden Trisakti tanggal 12 Mei 1998, dimana ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal Orde Baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi mereka dihadang oleh aparat kepolisian yang mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan pengerusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa.
Periode keempat, Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi, namun tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia karena ia meninggalkan kursi kepresidenan dengan menyerahkan secara sepihak tampuk kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habibie. Ini mengundang perdebatan hukum dan penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa Habibie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap bertahan di gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua mahasiswa digusur dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang menampung mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah kampus Atmajaya Jakarta yang terletak di Semanggi.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
3.      Krisis Politik yang Terjadi di Indonesia
Kekerasan politik yang berdimensi rasial sesungguhnya bukanlah hal yang baru di dalam sejarah politik di Tanah Air kita, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Kejadian-kejadian yang dilaporkan secara luas akhir-akhir ini berkaitan dengan aksi kerusuhan sebelum, selama, dan sesudah jatuhnya rezim Orde Baru sebenarnya telah dikhawatirkan oleh banyak pihak akan muncul. Meskipun demikian, tak pernah dibayangkan bahwa kekerasan politik yang berwarna rasial itu akan berlangsung sedemikian mengerikan, khususnya terjadi pembunuhan serta perkosaan terhadap warga etnis Tionghoa. Tak pelak lagi, kekerasan politik rasial merupakan salah satu persoalan yang senantiasa menyatu pada kehidupan politik selama ia tidak diselesaikan secara terbuka, proporsional, dan rasional. ORBA yang dibentuk menyusul tumbangnya rezim Orde Lama dibawah Soekarno, secara formal menyatakan ingin melakukan koreksi total terhadap penyimpangan-penyimpangan konstitusional, termasuk dalam masalah hubungan antara kelompok mayoritas dan minoritas. Dalam perkembangannya selama 32 tahun, ORBA ternyata masih melakukan kesalahan-kesalahan yang sama dan bahkan dalam kaitan dengan masalah rasial terjadi yang lebih besar.
4.      Faktor Sosial
a.       Meningkatnya Angka Kemiskinan.
Kenaikan angka penduduk miskin yang melonjak dengan pesat disebabkan oleh beberapa hal :
·         Menurunnya pendapatan riil penduduk diperkirakan untuk periode 1997-1998 terjadi penurunan pendapatan riil rata-rata sebesar 10-14% dalam nilai konstan.
·         Naiknya jumlah pengangguran, terutana di kota-kota besar menyebabkan munculnya kelompok-kelompok miskin dengan perkiraan sekitar 15 juta orang pada tahun 1998.
·         Kenaikan inflasi, terutama untuk kelompok pangan yang jauh lebih tinggi dari tingkat inflasinya sendiri. Diperkirakan untuk harga beras telah meningkat hampir 200%. Hal ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat desa maupun kota dan mendorong mereka dalam kelompok hidup miskin.

b.      Kelompok Rawan Pangan.
Melihat lebih dalam lagi ke dalam distribusi kemiskinan yang digolongkan sebagai keluaraga pra sejahtra dan sejahtra meningkat menjadi hampir 17,5 juta. Kelompok masyarakat rawan pangan yang naik secara drastis ini disebabkan oleh kombinasi antara krisis ekonomi yang menurunkan daya beli dan faktor alam yang tidak menguntungkan. Hasil estimasi secara konservatif yang dilakukan oleh World Food Program yang dilakukan di 35 wilayah DATI II di 15 provinsi menunjukan bahwa 7,5 juta orang dari sekitar 19,5 juta populasi di wilayah tersebut akan mengalami masalah rawan pangan.Kemiskinan absolut sangat erat kaitanya dengan maslah rawan pangan dan kekurangan gizi. Masalah rawan pangan sebagain besar menimpa wanita dan anak-anak.
c.       Meledaknya Angka Pengangguran
Tingkat pengangguran diperkirakan mencapai 15 juta orang atau sekitar 16,5% dari angkatan kerja pada pertengahan 1998. Angka ini jelas lebih rendah dari angka sebelumnya. Hal ini diperburuk lagi mengingat masalah sebenarnya terletak pada semi pengangguran yang jauh lebih besar dari angka pengangguran dan merupakan indikasi kearah kelompok penduduk miskin. Hal ini terutama terjadi di perkotaan, dimana sebagaian besar pengangguran biasanya tetap melakukan pekerjaan tetapi dengan beban kerja yang sangat ringan dan upah yang minim. Pada tahun 1996 diperkirakan sekitar 37% dari pekerja sebenarnya berada dalam kondisi semi pengangguran dan angka ini diperkirakan lebih besar lagi pada situasi krisis seperti ini.
d.      Menurunnya Murid Sekolah
Konsekuensi dari menurunnya pendapatan riil adalah menurunnya tingkat pendaftaran sekolah. Hal ini terutama desebabkan oleh tekanan kepada anak untuk membantu mencari nafkah terutama bagi keluarga miskin. Pada tahun 1998/1999 diperkirakan menjadi kenaikan murid putus sekolah dari sekitar 2,6% menjadi 5,7% untuk murid SD atau kenaikan sebesar 119,2%. Sedangkan untuk murid SMP naik 5,1% menjadi 13,3% atau kenaikan sebesar 125%. Secara absolut diperkirakan sekitar 17,5 juta murid usia sekolah akan putus sekolah untuk mencari penghasilan serta 400 ribu murid sekolah tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Bahkan jika dilakukan penghapusan uang sekolah, kenaikan murid usia sekolah diperkirakan akan tidak meningkat drastis karena semakin tingginya biaya-biaya kesempatan (opportunity cost) di lapangan kerja.
e.       Mutu Kesehatan
Di bidang kesehatan, melemahnya nilai tukar rupiah telah menyebabkan kenaikan drastis harga obat-obatan, vaksin, kontrasepsi. Survei kecil yang dilakukan di Jakarta dan Jawa Barat menunjukkan kenaikan harga obat rata-rata hampir tiga kali lipat. Sedemikian parahnya masalah kelangkaan obat sehingga beberapa pusat kesehatan tutup. Lebih parah lagi, menurunnya tingkat pendapatan riil menyebabkan daya beli kelompok penduduk miskin untuk mendapatkan fasilitas kesehatan berkurang. Kondisi yang sama terjadi pada golongan wanita, terutama wanita hamil yang akan mempertinggi resiko kematian bayi akibat buruknya sarana kesehatan. Berita-berita di surat kabar menyatakan bahwa bertambah banyak jumlah pasien yang memilih keluar dari rumah sakit karena kurang dan mahalnya obat-obatan.
·         Keadaan Bangsa Indonesia Pada Era Reformasi
Era reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, tepatnya pada saat presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. B. J. Habibie yang menjadi Wakil Presiden dan sebelumya menjabat sebagai Mentri Riset dan Teknologi, menggantikannya sebagai Presiden baru. Jatuhnya pilihan kepada B. J. Habibie merupakan suatu hal yang kontroversial. Habibie sesungguhya mewarisi suatu pemerintahan yang mengalami kerusakan total serta bersifat multidimensioal baik dalam segi moniter, ekonomi, sosila, politik, dan juga mental (Amin Rais, 1998: 29). Proyek kebanggaan Habibie, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) masalnya, sering menjadi sasaran kritik karena diduga telah menyalahgunakan anggaran negara (Hikam, Muhamad, 1999: 71). Pemerinthan Soeharto semakin disorot setelah tragedi Triaakti pada tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswapun meluas hampir diseluruh Indonesia. Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pada tanggal 21 Mei 1998 tepatnya pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dan kemudian mengucapkan terimakasih serta mohon maaf kepada seluruh rakyat.
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, banyak mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Hal ini dapat dilihat dari munculnya era reformasi yang mengalami perubahan-perubahan seperti berikut ini:

1)      Dalam Bidang Ekonomi
Dalam perdebatan-perdebatan mengenai ekonomi, sering diperdebatkan apakah ekonomi menjadi prasyarat keamanan ataukah sebaliknya keamanan menjadi prasyarat hidupnya ekonomi. Apabila ekonomi rusak dan keluarga-keluarga dalam masyarakat tidak mungkin memenuhi kebutuhanya, pelanggaran-pelanggaran hukum amat sukar dicegah. Tetapi, kalau keadaan umum tidak aman kegiatan-kegiatan ekonomi pasti terganggu, bahkan mungkin buat sementara terhenti. Keamanan umum di Indonesia dalam satu tahun sesudah Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden mengalami banyak gangguan, sedangkan ekonomi umum belum mampu bangkit kembali dari pukulan berat oleh krisis moneter. Nilai rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa bulan sesudah pergantian tahun 1998 sampai 1999 relatif stabil tetapi pada tingkat yang tinggi antara Rp. 7.000 dan Rp. 8.000 sehingga belum dapat membantu ibi-ibu rumah tangga dari kelas rendah yang penghasilan kerjanya dalam rupiah belum cukup untuk mengejar harga sembako yang tetap tinggi. Karena keadaan ekonomi yang demikian, jumlah anak jalanan dan preman tidak berkurang, tetapi malah bertambah. Para petani pangan juga banyak yang mengeluh karena tingginya harga pupuk dan karena saingan harga beras dari luar negeri yang dapat masuk ke Indonesia dengan bebas pajak atau dengan pajak yang rendah.
2)      Dalam Bidang Politik
Suasana politik sesudah berhentinya Presiden Soeharto penuh dengan kejadian-kejadian yang menimbulkan frustasi dikalangan Pemerintah, ABRI, partai-partai politik dan masyarakat umum. Di antara kejadian-kejadian itu dapat disebut beberapa yang membawakan disintegrasi politik berkepanjangan, misalnya naiknya Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto, pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan, timbulnya partai-partai politik baru, tawaran kepada rakyat Timor-Timur untuk mendapatkan otonomi luas atau kemerdekaan, gerakan di Irian Jaya dan Aceh untuk mendirikan negara merdeka baru lepas dari Republik Indonesia; Rencana Pemilu 1999 dan pencalonan Preseden. Disamping itu, hampir setiap hari orang Jakarta dan kota besar lainnya dapat membaca di surat kabar, majalah atau tabloid tentang politik pemerintahan Soeharto yang merugikan negara dan rakyat karena bertentangan dengan sistem demokrasi.
3)      Dalam Bidang Sosial
Sejak Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden pada tanggal 21 Mei 1998 sampai satu tahun kemudian keadaan sosial di indonesia selalu diganggu oleh berbagai peristiwa yang meresahkan masyarakat banyak. Jumlah kemiskinan yang setahun lalu mencuat samapi 100 juta belum menunjukkan gejala menurun. Jumlah penganggur sebagai korban PHK tidak kurang dari tujuh juta, dengan kebanyakan di antara mereka bermukim di kota-kota besar.
Banyaknya jumlah penduduk miskin dan korban PHK, banyak keluarga terpaksa mengurangi makan sehari-hari atau memilih maknan yang berkualitas gizi rendah, juga buat anak-anak di bawah umur sepuluh tahun yang sedang sangat membutuhkan masukan gizi yang cukup sebagai landasan kesehatan badan mereka. Dikhawatirkan, kalau kekurangan gizi berlangsung lebih lama generasi anak-anak dikemudian hari akan menjadi generasi anak-anak yang lemah. Kekurangan gizi yang berkepanjangan tidak hanya memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan tubuh anak, akan tetapi juga intelegensi atau daya pikir mereka. Selain itu, gejala sosial yang menarik perhatian adalah di bidang keamanan dan ketertiban umum. Tahun 1999, kepolisian RI secara organisatoris dan operasional dipisahkan dari angkatan-angkatan bersenjata. Istialah ABRI tidak lagi berlaku dan diganti dengan TNI yang meliputi angkatan darat, laut dan udara. Di samping itu, kepolisian RI berdiri sendiri meskipun secara administratif tetap di bawah pimpinan Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Di pihak yang lain, sejumlah demonstrasi menuntut agar Soeharto mundur masih terus diadakan, bahkan hingga harus mengorbankan banyak nyawa dari para demonstrasi yang berasal dari mahasiswa. Demonstrasi pada rezim Orde Baru tersebut kemudian meluas ke daerah-daerah sekitarnya hampir selama beberapa hari ke berikutnya. Tuntutan yang mereka ajukan masih sama, yakni untuk diadakannya sebuah reformasi di seluruh Kebijakan pada bidang Ekonomi, bidang Politik, serta Presiden Soeharto untuk segera mundur dari Presiden RI yang ke-2.
Akibat dari demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan juga yang terjadi di hampir seluruh daerah wilayah Indonesia, pada akhirnya memaksa Presiden Soeharto untuk mengumumkan ke publik mengenai pengunduran dirinya tepat di Istana Kepresidenan (Jakarta) tanggal 21 Mei 1998. Lalu, bergantilah jabatan Presiden RI kepada BJ. Habibie yang kala itu sedang menjabat Wakil Presiden, yang kemudian naik menjadi Presiden RI yang ke-3 menggantikan rezim Orde Baru selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto. Setelah pengumuman itu tersebar ke seluruh penjuru Bangsa Indonesia terutama di Jakarta serta disejumlah kota-kota besar lainnya berubah menjadi mencekam.
3.3  Kronologi dari Tumbangnya Periode atau pun Rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto
1.      Tanggal 5 Maret 1998
Sekitar lebih kurang 20 mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung MPR/DPR guna menyatakan penolakan keras atas pidato pertanggung-jawaban dari presiden disampaikan ketika Sidang Umum yang diselenggarakan oleh MPR serta menyerahkan agenda Reformasi Nasional, ketika hari itu mereka kedatangan mereka diterima oleh Fraksi ABRI.
2.      Tanggal 11 Maret 1998
Sumpah jabatan atas Presiden dan Wakil Presiden RI kala itu, yakni Soeharto dan BJ Habibie.
3.      Tanggal 14 Maret 1998
`          Presiden Soeharto mengumumkan sebuah kabinet yang baru diberi nama Kabinet Pembangunan ke-7 (VII).
4.      Tanggal 15 April 1998
Presiden Soeharto meminta agar para mahasiswa mengakhiri sejumlah protes yang mereka ajukan.
5.      Tanggal 18 April 1998
Jend. Purn. Wiranto yang kala itu bertindak sebagai Menteri Pertahanan & Keamanan RI berserta 14 menteri dalam Kabinet Pembangunan ke-7 mengadakan dialog bersama para mahasiswa di PJR (Pekan Raya Jakarta). Namun, sejumlah mahasiswa terang-terangan menolak terhadap dialog tersebut.
6.      Tanggal 1 Mei 1998
Presiden Soeharto lewat Hartono (Menteri Dalam Negeri) dan Alwi Dachlan (Menteri Penerangan), menyebutkan bahwa sebuah reformasi baru dapat dilakukan pada tahun 2003.
7.      Tanggal 2 Mei 1998
Alwi Dachlan sebagai Menteri Penerangan kala itu meralat pernyataan yang pernah beliau katakan, yakni menyangkut mengenai Presiden Soeharto yang ingin melaksanakan sebuah reformasi dapat dilaksanakan sejak dari sekarang.
8.      Tanggal 4 Mei 1998
Mahasiswa Yogyakarta, Bandung, serta Medan  menyambut kenaikan dari harga BBM (Bahan Bakar Minyak), tanggal 2 Mei 1998 dengan berdemonstrasi besar-besaran. Namun, aksi demonstrasi tersebut berubah menjadi kerusuhan anarkis ketika para demonstran terlibat bentrok fisik dengan sejumlah petugas keamanan.
9.      Tanggal 5 Mei 1998
Sejumlah aksi Demonstrasi para mahasiswa besar-besaran yang terjadi di kota Medan, berujung hingga terjadinya kerusuhan yang anarkis.
10.  Tanggal 9 Mei 1998
Presiden Soeharto berangkat kunjungan ke kota Kairo (Mesir) guna menghadiri pertemuan di KTT G yang ke-15. Hal ini merupakan kunjungan beliau ke luar negeri yang terakhir sebagai Presiden Republik Indonesia.
11.  Tanggal 12 Mei 1998
Para aparat keamanan yang bertugas mengamankan demonstrasi malah menembak 4 mahasiswa Universitas Trisakti yang melakukan berdemonstrasi damai. Ke-4 para mahasiswa tersebut ditembaki ketika sedang berada tepat di depan halaman kampusnya sendiri.
12.  Tanggal 13 Mei 1998
Para mahasiswa dari berbagai Macam perguruan tinggi yang berada di Jakarta, Tangerang, Bogor, serta Bekasi berdatangan ke Universitas Trisakti guna menyatakan kedukaan yang mendalam. Namun, sayangnya lagi-lagi kegiatan tersebut diwarnai dengan kerusuhan yang anarkis kembali.
13.  Tanggal 14 Mei 1998
Presiden Soeharto seperti yang dikutip di berbagai surat kabar, menyebutkan bahwa beliau bersedia untuk mengundurkan dari jabatannya, apabila rakyat yang menginginkan. Beliau menegaskannya di depan para Masyarakat Indonesia yang sedang berada di kota Kairo kala itu. Di lain pihak, kerusuhan dan juga penjarahan semakin menjadi terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan yang berada di Jabotabek, misalnya saja: Super-Indo, Supermarket Hero, Goro, Makro, Ramayana serta Borobudur. Akibatnya, bangunan pusat dari perbelanjaan tersebut dirusak dan juga dibakar. Lebih dari 500 orang meninggal dunia, dikarenakan kebakaran hebat tersebut yang terjadi.
14.  Tanggal 15 Mei 1998
Presiden Soeharto pun tiba di Indonesia, setelah sebelumnya memperpendek waktu kunjungannya di kota Kairo. Beliau membantah telah menjelaskan bersedia untuk mengundurkan diri. Akibatnya, suasana di Ibukota (Jakarta) makin terasa mencekam. Hal ini dapat dilihat dengan toko banyak yang ditutup serta sebagian Warga pun enggan dan takut untuk keluar dari rumah.
15.  Tanggal 16 Mei 1998
Begitu pula warga asing yang berbondong-bondong untuk kembali ke negara asal mereka karena wilayah Jabotabek yang kian mencekam.
16.  Tanggal 19 Mei 1998
Presiden Soeharto memanggil 9 Tokoh Islam, diantaranya yakni: Abdurachman Wahid, KH Ali Yafie, Malik Fajar, dan Nurcholis Madjid, pertemuan itu berlangsung selama 2 jam lebih. Kala itu, Presiden Soeharto menegaskan beliau tidak ingin dipilih kembali untuk menjadi Presiden RI, namun hal tersebut tidak mampu untuk meredam aksi demonstrasi dari para massa dan mahasiswa yang berdatangan ke Gedung MPR/DPR.
17.  Tanggal 20 Mei 1998
Lapangan Monumen Nasional telah dipagari oleh kawat berduri dan jalan menuju ke sana sudah diblokade, akhirnya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada dini hari (Amien Rais) mengurungkan niatnya untuk mengajak massa berserta mahasiswa menggelar upacara di sana. Namun, desakan tak pernah surut untuk menuntut agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI rezim Orde Baru.
18.  Tanggal 21 Mei 1998
Pada hari Kamis, tepat pukul 09.05 WIB di Istana Merdeka. Presiden Soeharto akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi Presiden RI ke-2. Otomatis, BJ. Habibie yang kala itu sebagai Wakil Presiden RI pada akibat rezim Orde Baru, langsung disumpah sebagai Presiden RI yang ke-3.
3.4 Faktor Tumbangya Rezim Orde Baru
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Runtuhnya Rezim Orde Baru
Runtuhnya pemerintahan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang disertai dengan tuntutan demokratisasi disegala bidang serta tuntutan untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadikan perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang sangat cepat dan dinamis. Situasi ini menuntut bangsa Indonesia untuk berusaha mengatasi kemelut sejarahnya dalam arus utama perubahan besar yang terus bergulir melalui agenda reformasi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai berikut :
1.      Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998
Untuk dapat mencermati pergerakan mahasiswa dapat dibedakan menjadi empat periode. Periodisasi ini dibuat dengan mendasarkan pada momen-momen penting dalam gerakan mahasiswa tahun 1998 yaitu : tanggal Sidang Umum MPR 1-11 Maret 1998, Insiden berdarah Universitas Trisakti 12 Mei dan mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998. Periode pertama adalah periode sebelum 1 Maret 1998. Pada awal periode itu, isu yang ditampilkan belumlah menyangkut substansi reformasi melainkan sebatas pada kondisi aktual saat itu seperti: kelaparan di Irian Jaya, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, menuntut pemerintah untuk menurunkan harga-harga barang, dan menindak penimbun sembilan bahan pokok (sembako). Contonya adalah aksi 150 mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan mimbar bebas di kampus Baranangsiang pada hari Rabu, 3 Desember 1997 dengan poster-poster yang dipajang bertuliskan: Berantas Korupsi dan Kolusi, Tindak Tegas Mega Koruptor di BI, Tindak Tegas Pembakaran Hutan, Tindak Tegas Aborsi Sampai ke Akar-akarnya. Pada hari Senin 12 Januari 1998 sebanyak 24 orang mahasiswa IPB Bogor mendatangi balaikota Bogor dengan mempermasalahkan merebakknya gambar-gambar porno yang terpasang disejumlah bioskop dan maraknya praktik prostitusi di beberapa tempat di wilayah Bogor. Aksi-aksi demo tersebut bersifat lokal sporadis dan belum memiliki dampak berantai kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya, baik yang dari satu perguruan tinggi ataupun ke perguruan tinggi lainnya. Di samping jumlah partisipan yang cenderung terdiri atas sebagian kecil mahasiswa dari satu perguruan tinggi, aksi-aksi ini belum memiliki sebuah kerangka dan agenda aksi yang terjadwal.
Periode kedua adalah 12 Maret 1998-12 Mei 1998. setelah sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan demonstrasi. Isi-isu yang dimunculkan pada periode ini berkenaan dengan kredibelnya kabinet Pembangunan VII karena dinilai sarat dengan nepotisme dan koncoisme. Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa dalam melakukan aksi di dalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk berdemonstrasi di luar kampus sudah tentu memicu bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar pada periode ini terjadi di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan yang menyebabkan diliburkannya kampus dari kegiatan akademik sejak 29 April hingga 7 Mei 1998. Aksi ini sempat disebut sebagai aksi yang paling beringas yang melibatkan aksi saling melempar batu antara mahasiswa dan aparat, penembakan gas air mata, pembakaran 2 motor aparat keamanan dan lain sebagainya. Dalam periode ini isu-isu lain yang muncul adalah mengenai dialog yang diprakarsai oleh ABRI dan peristiwa penculikan para aktivis. Sebagaian besar mahasiswa dari perguruan tinggi yang telah mapan seperti UGM, UI, IKIP Bandung, IAIN, dan Unpad tidak hadir dalam dialog tersebut.
Periode ketiga, periode ini ditandai dengan terjadinya peristiwa insiden Trisakti tanggal 12 Mei 1998, dimana ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal Orde Baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi mereka dihadang oleh aparat kepolisian yang mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan pengerusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa.
Periode keempat, Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi, namun tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia karena ia meninggalkan kursi kepresidenan dengan menyerahkan secara sepihak tampuk kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habibie. Ini mengundang perdebatan hukum dan penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa Habibie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap bertahan di gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua mahasiswa digusur dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang menampung mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah kampus Atmajaya Jakarta yang terletak di Semanggi.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.

3.4  Kerusuhan Diberbagai Kota

·                   Tragedi Trisakti memicu terjadinya aksi demo dibeberapa daerah Republik Indonesia. Pada dasarnya tuntutan yang mereka suarakan sama, yaitu menuntut adanya reformasi total. Aksi yang di pelopori mahasiswa ini disusupi oleh masa dari berbagai kalangan sehingga menimnulkan kerusahan.

·                   Aksi demo di Jakarta

·                   Tragedi Trisakti mengakibatkan aksi demonstrasi makin besar dan luas. Peristiwa tersebut mendapat simpati dari masyarakat di berbagai daerah, khususnya Jakarta. Namun aksi demonstrasi tersebut berkembang menjadi kerusuhan. Kerusuhan terjadi pada hari rabu dan kamis tanggal 13 dan 14 Mei 1998. Massa membakar mobil, toko, dan kantor-kantor. Pada tanggal 14 Mei 1998, massa juga melakukan penjarahan, seperti di Palmerah Plaza, Bank Lippo, Bank BCA, Slipi Jaya Plaza, Pasar Tanah Abang, dan Plaza Sentral Klender. Kerusuhan ini mengakibatkan tewasnya sekitar 500 orang dan kerugian materi sekitar 2.5  Triliun.

·                     Aksi demo di Semarang juga dipelopori oleh mahasiswa dengan diikuti masyarakat umum. Massa berhasil menduduki gedung RRI, Gedung Gubernur Jawa Tengah, dan Gedung DPRD pada tanggal 14 Mei 1998. Selain menuntut mundurnya Presiden Soehart, massa juga menuntut turunya Gubernur Suwardi.

·                     Aksi demo di Medan dipelopori oleh mahasiswa Universitas Sumatra Utara (USU) Gedung kantor DPRD Sumut. Ketua DPRD Sumut, H.M. Iskak menyatakan mendukung penuh refomarsi. Dalam aksi ini seorang aparat tertembak hingga meninggal.

·                     Aksi demo di Solo berpusat dikampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) tanggap 14 dan 15 Mein 1998. Aksi ini menimbulkan beberapa kerusuhan. Massa membakar beberapa hotel dan kantor Bank, serta menghancurkan toko milik warga keturunan Tionghoa.

·                     Aksi demo di Surabaya

Aksi demo di Surabaya terjadi pada hari kamis tanggal 14 Mei 1998. Aksi demo dibarengi dengan perusakan dan penjarahan. Mahasiswa berhasil menduduki kantor RRI regional I Surabaya dan lewat radio itu mereka menyuarakan tuntutan mengenai Sidang Istimewa MPR dan turunnya Presiden Soeharto.
·         Aksi demo di Manado
Unjuk rasa terjadi pada hari kamis tanggal 14 Mei 1998 dengan dipelopori mahasiswa Universitas Sam Ratulangi. Dalam Aksinya, mereka mengajukan empat tuntutan pokok, yaitu reformasi di segala bidang, penurunan harga bahan bakar minyak dan obat usut tuntas insiden 20 April di Unsrat, dan usust tuntas Tragedi 12 Mei di Universitas Trisakti.
·         Aksi demo di Yogyakarta
Aksi demo di Yogyakarta dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai universitas. Pada tanggal 19 Mei 1998 terjadi peristiwa bersejarah kurang lebih sejuta manusia berkumpul di alun-alun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri Pisowanan Agengyang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VIII.
Pada perkembagannya, mahasiswa berusaha menduduki Gedung DPR/MPR Jakarta. Para Mahasiswa menuntut kepada wakil-wakil rakyat agar segera menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR untuk mencabut mandat Presiden Soeharto. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari barbagai Universitas di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan sebagainya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR.
Kuatnya desakan yang datang dari mahasiswa dan rakyat di berbagai daerah, berakibat diadakannya Sidang Istimewa MPR tanggal 20 Mei 1998. Keesokan harinya pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Negara Jakarta.



BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
     Berdasarkan permasalah dan hasil diskusi di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Factor-faktor yang menyebabkan jatuhnya pemerintah Orba adalah :
1.      Krisis ekonomi dan moneter yang menyebabkan rapuhnya fondasi Indonesia dan banyaknya praktik KKN dan monopoli ekonomi, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
2.      Krisis politik demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya.
3.      Krisis kepercayaan, kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto berkurang setelah Indonesia dilanda krisis multidimensi.
4.      Krisis social, gejolak politik yang tinggi yang menimbulkan berbagai potensi perpecahan social di masyarakat.
5.      Penjarahan yang dilakukan massa yaitu memperkosa warga keturunan Cina.
6.      Krisis hukum, pengadilan sangat sulit menwujudkan keadilan bagi seluruh rakyat karena sering terjadinya rekayasa dalam proses peradilan oleh para penguasa dan pejabt-pejabat negara.
4.2. Saran
Adapun saran yang dapat di sampaikan dalam makalah tersebut adalah :
1.      Pemerintah di harapakan dapat mengawasi jalannya pemerintahan agar peristiwa masa orde baru tidak terulang lagi.
2.      Sebagai seorang pemimpin, janganlah mementingkan diri sendiri tetapi cobalah berpikir untuk mengambil gagasan yang bisa merubah khalayak ramai untuk maju dan sejahtera. Karena maju mundurnya suatu negara tergantung bagaimana pemimpinnya.
3.      Pemerintah harus mengawas ketat pejabat yang melanggar hukum, contohnya yang melakukan korupsi harus disidang secepat mungkin dan di vonis hukuman yang berat.



DAFTAR PUSTAKA

Mustopo Habib, dkk. 2007. Sejarah. Jakarta: Yudistira
Siwi Ismawati Nur, Sri Widiastuti. 2012. Sejarah. Jawa Tengah: VIVAPAKARINDO