Rabu, 04 Januari 2017

Cerita Pendek "Senja Yang Telah Berbeda"

Sayangnya Tak Lagi Sama


       Senja kini diasingkan oleh kehilangan. Kehilangan akan sosokmu yang telah merubah semua yang kurasa dan kupandang semenjak beberapa hari lalu. Aku memang manusia senja, yang selalu sedari dulu sangat menikmati meganya yang kian jingga dan pupus oleh gelapnya malam. Memang tak hanya senja yang mampu kunikmati. Pagi yang segar, siang yang biru-putih, sore yang teduh, dan malam berwajahkan bintang serta bulan yang begitu menawan sudah menjadi temanku jauh sebelum aku mengenalmu, sosok senja.
       Aku selalu bisa menghibur diri dengan indahnya sepanjang terang dan sepanjang gelap dalam hidupku, hingga akhirnya pada pertengahan-hampir akhir-April tahun ini merupakan suatu senja yang syahdu kurasa. Betapa tidak? Senja yang sekian lama kupandang seorang diri, seketika terasa lebih hangat saat sosokmu hadir, menyusuri jalanan terjal berdua, saling menggenggam tangan, duduk bersebelahan, bercerita akan banyak hal dan pada akhirnya kau pun menamai dirimu "sandaranku". Begitu terpesonanya aku akan kesederhanaanmu, ketulusanmu menjadi sandaranku dimana pundakmu selalu kau kosongkan untukku menaruh lelahku di dalam otak ini.
 Aku menikmati senja yang kian indah kilaunya... 
       Menghabiskan senja denganmu adalah hal yang membuat senyum ini mudah terlukis di wajahku. Ada getar yang kurasa, ada rindu yang tak ku mengerti, kau telah ciptakan rasa, yang dulu tak pernah ada, dan kini hari-hariku terasa lebih berarti karenamu. Terima kasih, karena hadirmu telah ciptakan warna baru dalam lembar kehidupanku. Begitulah kira-kira secuil bagian dari sejuta rasa yang tak terucapkan. Kau membuat senjaku indah, sekarang tak hanya ada aku-sang manusia senja-namun ada seseorang di sampingku, menjadi sandaranku, dan menikmati senja bersama, ya! Kamu, sang sosok senja.
 Betapa pun, senja kini telah berbeda... 
       Angan ditelan nyata, indah kini beradu dalam kesemuan, senja kini tak lagi sama. Begitu indah kisah senja yang telah terjadi, namun pada akhirnya semua perlahan pupus, kian sirna dan hambar. Mungkin memang rasa tumbuh begitu cepat, tanpa mempertimbangkan apakah tepat? Sesempurna nirmana tetaplah takkan berarti jika tidak diorganisasikan sedemikian hingga nampak indahnya, sama seperti kisahku yang tak bermakna kala kesemuan membayang begitu pekat. Kamu pergi, dengan inginmu bersama masa lalumu. Dia yang sudah lama kau sayang, dia yang sejak awal telah membuatmu terpikat, jatuh hati dan fokus. Aku bisa apa? Jika denganku tak ada nyaman yang kau rasa, tak ada gunanya menahanmu untuk bahagia. Lebih baik kau bersamanya, biarlah aku sendiri lagi, menikmati kisah senja sendiri, mengenangnya sendiri, tanpamu lagi. Senja yang dulu hangat, kini hampa tanpamu, hanya tinggal aku, sendiri, lagi. Manusia senja yang kesepian.
Namun bagiku, kau tetap yang terindah...
       Betapa pun getir yang ku rasa, biar pun perih yang menyapa, aku tetap setia menanti senja. Senja yang begitu saja lahirkan rasa. Tak mudah bagiku untuk lepaskan debar ini, meski harus kulalui jatuh bangun kisah dan perjalanannya. Aku memang tak menuntut apa pun, aku memang tak mengharap lebih, aku hanyalah manusia senja yang sedang merindukan sosok senjaku. Akankah kau berkenan hadir, kekasih senja. Kembali bersua dengan tatap lembut, berdua melengkapi kekosongan jari jemari. Hampa memang terasa tanpa hadirmu, namun apa dayaku untuk memohonkannya, jiwa ini mengeluakanmu bersama kerapuhan. Runtuhan sepi kembali membangkitkan dirinya, membangun megah tahtanya di atas butiran rindu ini. Senja membangun kenangan dengan rajutan kisah, membawanya pergi bersama datangnya malam. Aku tetap setia dan merindumu, kekasih senja. Meski ada orang lain hadir dan mencoba menghiburku, dia takkan bisa sepertimu, yang telah hadir dan mencipta rasa yang tertinggal ini. Kau tetap bagian termanis dalam kisah senja, aku akan menikmatinya meski harus tanpamu lagi.
Meski pilihan telah memisahkan kisah dan tokohnya, setidaknya aku takkan pernah mendapatkan senja yang terpisah dari jingganya. Aku mencintaimu, senja.
By : Enggaringtyas Dewi Nugrahwidi
-Bersama Pilu, Ku Coba Rangkai Lagi Kisahnya-

0 komentar:

Posting Komentar