MAKALAH SEJARAH
v
Muhammad Niskala Rahmat
v
Andreas Maulana
v
Rizal M. Rifa’i
v
Suciyani
v
Qurotul Aini
v
Nurul Suryaningsih
v
Siska Nurul Sahab
KELAS XII IPA 2
SMA NEGERI 1
BAWANG
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Kata
Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah Faktor-faktor dan Kronologi
Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru.”
Penyusunan makalah tersebut dapat
selesai, tidak terlepas dari bimbingan guru bidang studi Sejarah yaitu Bapak
Syafrizalman, ucapan terima kasih kepada guru pembimbing.
Kami menyadari bahwa tak ada gading
yang tak retak, begitu pula makalah tersebut masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Atas kritikan dan saran, kami mengucapkan terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Orde baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama
yang merujuk kepada era pemerintahan presiden Soekarno. Orde baru berlangsung
dari tahun 1966 hingga tahun 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meski dibarengi dengan praktek korupsi yang
merajalela di Negara ini. Hal ini terlihat dari peningkatan pendapatan
perkapita rata-rata 4,3% pertahun pada tahun 1965-1988. Dari tahun 1988,
perekonomian tumbuh hampir 7% dalam setahun. Keberhasilan program keluarga
berencana dan langkah-langkah untuk meningkatkan produksi beras secara dramatis
menurunkan malnutrisi(kekurangan gizi) dan kematian bayi. Prestasi
terbaik Soeharto adalah penurunan angka kemiskinan. Sejumlah ekonom
memperkirakan, lebih dari 70% masrakat Indonesia hidup dalam kemiskinan pada
tahun 1970. Pada tahun 1990, angka tersebut menurun menjadi sekitar 15%. Di
pertengahan tahun 1980-an, Soeharto dijuluki sebagai bapak pembangunan.
Pada pertengahan tahun 1997, krisis
ekonomi melanda Asia yang menyebabkan kondisi ekonomi Negara-negara Asia
termasuk Indonesia sangat memprihatikan. Adapun krisis ini disebabkan karena
keterikatan system ekononi Indonesia atau global dimana IMF, Bank Dunia, dan
lembaga keuangan lain menjadi salah satu sumber keuangan Indonesia dalam
pembiayaan pembangunan nasional. Krisis ekonomi yang di tandai dengan jatuhnya
nilai mata uang rupiah bersamaan dengan melambungnya nilai mata uang dollar
serta diikuti dengan melambungnya harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak,
gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.
Kontradiksi internal yang demikian
menciptakan keretakan pada dinding system politik orde baru. Gerakan Mahasiswa
Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa yang ditandai dengan tumbangnya
orde baru dan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya
pada tanggal 21 mei 1998. Gerakan diawali dengan terjadinya krisis moneter di
pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli
masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan
mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan
dukungan dari rakyat. Gedung wakil rakyat, yaitu gedung DPR / MPR dan
gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota
di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat
bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organisasi yang mencuat
pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum Kota karena mempelopori
pendudukan gedung DPR/MPR.
Pemerintah Soeharto semakin disorot
setelah tragedi TRISAKTI pada tanggal 12 mei 1998 yang kemudian memicu
kerusuhan Mei 1998 sehari selepasnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir di
seluruh Indonesia. Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri,
Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pada tanggal
21 mei 1998 tepatnya pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya
dan kemudian mengucapkan terimakasih serta mohon maaf kepada seluruh rakyat.
Berdasarkan hal tersebut, kami
mencoba menyusun makalah yang memperjelas pemahaman tentang faktor penyebab
jatuhnya pemerintahaan orde baru dan kronologinya.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
dapt dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan jatuhnya
pemerintahan orde baru?
1.3
Tujuan
Sesuai
dengan permasalahan di atas, tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Mendeskripsikan
faktor penyebab jatuhnya pemerintahan orde baru.
1.4
Manfaat
Penelitian
ini memiliki manfaat sebagai berikut.
1. Bagi pelajar, makalah ini dapat
dijadikan sebagai materi pemahaman tentang factor dan kronologi jatuhnya
pemerintahan orde baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Masa Orde Baru
Pada
hakikatnya orde baru bukan penyangkalan terhadap yang lama tetapi lebih
sebagai pembeharuan yang terkait dengan persoalan bangsa yang dinilai sangat
kronis. B Penataan yang baru tidak hanya terfokus pada bidang tertantu
tetapi mencakup perubahan dan pembagaruan tatanan seluruh kehidupan bangsa dan
Negara bedasarkan kemurnian pancasila dan UUD 1945. Dengan kata lain, orde baru
menjadi titik awal koreksi terhadap berbnagai penyelewengan pada masa lampau.
Orde baru juga mengemban tugas menyusun kembali kekuatan bangsa untuk
menumbuhkan satbilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan menuju
masyarakat adil dan makmur.
Pemerintahan
orde baru mnenyadari sepenuhnya bahwa akibat konflik yang berkepanjangan,
penderitaan rakyat telah mencapai titik yang tertinggi. Oleh karena itu
pemerintah orde baru menyadari bahwa stabilitas politik adalah hal yang penting
untuk ditegakkan demi kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional.
Pemerintah
orde baru menggunakan politik sebagai sarana untuk menciptakan berbagai
instrument politik dengan tujuan menguasai dan mengontrol kelompok yang
dikuasai, yaitu rakyat. Hal itu dilakukan tentu tidak lepas dari koridor untuk
menciptakan kondisi politik yang mantap sebagai kunci sukses orde baru dalam
melaksanakan pembangunan.
2.2. Kelebihan dan Kelemahan
Pemerintah Orde Baru
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde
Baru
·
Perkembangan
GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah
mencapai lebih dari AS$1.000.
·
Sukses
transmigrasi.
·
Sukses
KB.
·
Sukses
memerangi buta huruf.
·
Sukses
swasembada pangan.
·
Pengangguran
minimum.
·
Sukses
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
·
Sukses
Gerakan Wajib Belajar.
·
Sukses
Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh.
·
Sukses
keamanan dalam negeri.
·
Investor
asing mau menanamkan modal di Indonesia.
·
Sukses
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde
Baru
·
Semaraknya
korupsi, kolusi, nepotisme.
·
Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pem-bangunan antara pusat
dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan dae-rah sebagian besar disedot
ke pusat.
·
Munculnya
rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama
di Aceh dan Papua
·
Kecemburuan
antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.
·
Bertambahnya
kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si
miskin).
·
Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan
·
Kebebasan
pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel.
·
Penggunaan
kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan
Misterius” (petrus).
·
Tidak
ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).
BAB III
HASIL DISKUSI
3.1 Faktor-faktor Penyebab Jatuhnya
Pemerintahan Orde Baru
Runtuhnya pemerintahan Soeharto pada
tanggal 21 Mei 1998 yang disertai dengan tuntutan demokratisasi di segala
bidang serta tuntutan untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi
Manusia telah menjadi perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang
sangat cepat dan dinamis. Situasi ini menuntut bangsa Indonesia untuk berusaha
mengatasi kemelut sejarahnya dalam arus utama perubahan besar yang terus
bergulir melalui agenda reformasi.
Ada beberapa factor yang menyebabkan
runtuhnya kekuasaan orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai
berikut.
1. Krisis Ekonomi dan Moneter
Pada waktu krisis melanda Thailand,
keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$
900 juta dan cadangan devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Banyak
perusahaan besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang
menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah
karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah.
Akan tetapi, setelah Thailand
melepaskan kaitan Baht pada US Dollar, Indonesia sangat merasakan dampak paling
buruk. Hal ini disebabkan oleh rapuhnya fondasi Indonesia dan banyaknya praktik
KKN serta monopoli ekonomi. Pada tanggal 1 Juli 1997 nilai tukar rupiah turun
dari Rp2.575,00 menjadi Rp2.603,00 per dollar Amerika Serikat. Pada bulan
Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mencapai Rp5.000,00
per dollar, bahkan pada bulan Maret 1998 telah mencapai Rp16.000,00 per dollar
Amerika Serikat.
Factor lain yang menyebabkan krisis
ekonomi di Indonesia adalah masalah utang luar negeri, penyimpangan terhadap
pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik.
a. Utang Luar Negeri Indonesia
Utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang
negara, tetapi sebagian merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan
negara hingga 6 Februari 1998 yang disampaikan oleh Radius Prawira pada sidang
Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina
Graha mencapai 63,462 milliar dollar AS, sedangkan utang pihak swasta mencapai
73,962 milliar dollar AS.
b. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
Dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi
ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat ditafsirkan bukan
merupakan kemakmuran orang per orang, melainkan kemakmuran seluruh masyarakat
dan bangsa Indonesia berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sistem ekonomi yang berkembang pada masa Orde Baru adalah
sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai
bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
c. Pola Pemerintahan Sentralistis
Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan sistem
pemerintahan bersifat sentralistis, artinya semua bidang kehidupan berbangsa
dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintahan (Jakarta), sehingga
peranan pemerintah pusat sangat menentukan dalam berbagai bidang kehidupan
masyarakat.
Selain pada bidang ekonomi, politik sentralistis ini juga
dapat dilihat dari pola pemeberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris.
Disebut Jakarta-sentris karena pemberitaan yang berasal dari Jakarta selalu
menjadi berita utama. Jakarta selalu dipandang sebagai pusat berita penting
yang bernilai berita tinggi. Berbagai peristiwa yang berlangsung di Jakarta
atau yang melibatkan tokoh-tokoh Jakarta dipandang sebagai berita penting dan
berhak menempati halaman pertama.
2.
Krisis
Politik
Pada dasarnya secara de jure (secara hukum)
kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi ternyata secara de facto (dalam kenyataannya) anggota
MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut
diangkat berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Pada
dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat
tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi ternyata
secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah
diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut diangkat
berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Mengakarnya
budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan proses pengawasan
dan pemberian mandataris kepemimpinan dari DPR dan MPR kepada presiden menjadi
tidak sempura. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR
dalam membuat dasar-dasar hukum dan haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan
oleh Presiden Soeharto. Karena keadaan tersebut, mahasiswa yang didukung oleh
dosen dan rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshuffle
cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR serta melaksanakan pemilu
secepatnya.
Salah
satu penyebab mundurnya Soeharto adalah melemahnya dukungan politik, yan
telihat dari pernyataan politik Kosgoro yang meminta Soeharto mundur.
Pernyataan Kosgoro pada tanggal 16 Mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan
Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu juga menjabat sebagai ketua
MPR/DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.
Mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan,
menyebabkan proses pengawasan dan pemberian mandataris kepemimpinan dari DPR
dan MPR kepada presiden menjadi tidak sempura. Unsure legislative yang
sejatinya dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hukum dan
haluan negara menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Karena
keadaan tersebut, mahasiswa yang didukung oleh dosen dan rektornya mengajukan
tuntutan untuk mengganti presiden, reshuffle cabinet, dan menggelar Sidang
Istimewa MPR serta melaksanakan pemilu secepatnya.
Salah satu penyebab mundurnya Soeharto adalah melemahnya
dukungan politik, yan telihat dari pernyataan politik Kosgoro yang meminta
Soeharto mundur. Pernyataan Kosgoro pada tanggal 16 Mei 1998 tersebut diikuti
dengan pernyataan Ketua Umum Golkar, Harmoko yang pada saat itu juga menjabat
sebagai ketua MPR/DPR Republik Indonesia meminta Soeharto untuk mundur.
3.
Krisis
Kepercayaan
Dalam pemerintahan Orde Baru berkembang KKN yang
dilaksanakan secara terselubung maupun secara terang-terangan. Hal terseut
mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dan
ketidakpercayaan luar negeri terhadap Indonesia.
Kepercayaan masyarakt terhadap kepemimpinan Presiden
Soeharto berkurang setelah bangsa Indonesia dilanda krisis multidimensi.
Kemudian muncul bderbagai aksi damai yang dilakukan oleh para masyarakat dan
mahasiswa. Para mahasiswa semakin gencar berdemonstrasi setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.
Puncaknya pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi
mahasiswa yang semula damai berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya
empat mahasiswa Trisakti, yaitu Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan
Sie, dan Hafidhin Royan.
4.
Krisis
Sosial
Ada dua jenis aspirasi dalam masyarakat, yaitu mendukun
Soeharto atau menuntut Seoharto turun dari kursi kepresidenan. Kelompok yang
menuntut Presiden Soeharto untuk mundur diwakili oleh mahasiswa. Kelompok
mahasiswa ini memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia. Organisasi yang
mendukung mundurnya Presiden Soeharto diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI) dan Forum Kota (Forkot).
5.
Krisis
Hukum
Banyak ketidakadilan yang terjadi dalam pelaksanaan hukum
pada masa pemerintahan Oede Baru. Seperti kekuasaan kehakiman yang dinyatakan pada
pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas
dari kekuasaan pemerintah (eksekutif). Namun pada saat itu, kekuasaan kehakiman
dibawah kekuasaan eksekutif. Hakim juga sering dijadikan sebagai alat
pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi rekayasa
dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa,
keluarga kerabta, atau para pejabat negara. Reformasi menghendaki penegakan
hukum secara adil bagi semua pihak sesuai dengan prinsip negara hukum.
3.2 Runtuhnya Pemerintahan Orde Baru dan Lahirnya
Reformasi
Di balik
kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa kelemahan. Selama
masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh
subur. Praktik korupsi menggurita hingga kasus Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) pada tahun 1998. Rasa ketidakadilan mencuat ketika kroni-kroni
Soeharto yang diduga bermasalah menduduki jabatan menteri Kabinet Pembangunan
VII. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat penyelesaian hukum secara adil.
Pembangunan
Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan
ketidakadilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi
kesenjangan pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat.
Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua.
Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang
(transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang tidak
merata semakin memperparah kesenjangan sosial.
Pemerintah
mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah
melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan
pers dibatasi dan diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga
keamanan atau mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan
bersenjata. Misalnya, program “Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah
Operasi Militer (DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997-1998.
Indonesia
mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter dan keuangan yang
semula terjadi di Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia. Hal ini
diperburuk dengan kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir. Dari
beberapa negara Asia, Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang
disarankan IMF justru memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan enam
belas bank swasta nasional pada 1 November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan
bank dan negara.
Krisis
ekonomi mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga
kebutuhan pokok melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai
daerah. Daya beli masyarakat menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah
menembus angka Rp 17.000,00 per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan
dolar. Pemerintah mengeluarkan “Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu
memperbaiki keadaan. Krisis moneter tersebut telah berkembang menjadi krisis
multidimensi. Krisis ini ditandai adanya keterpurukan di segala bidang
kehidupan bangsa. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin menurun.
Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis dan kesulitan hidup rakyat.
Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto ternyata sebagian besar diisi
oleh kroni dan tidak berdasarkan keahliannya. Kondisi itulah yang
melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.
Munculnya
gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang
dihadapi bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus
di berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena
aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Gerakan reformasi tahun 1998
mempunyai enam agenda antara lain suksesi kepemimpinan nasional, amandemen UUD
1945, pemberantasan KKN, penghapusan dwifungsi ABRI, penegakan supremasi hukum,
dan pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama gerakan reformasi adalah turunnya
Soeharto dari jabatan presiden.
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto antara lain sebagai berikut :
1. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Asia,
yang dimulai di Thailand menghantam Indonesia. Akibat krisis ini organisasi
perbankan kita menjadi berantakan yang sampai sekarang belum dapat di
konsolidasi kembali. Nilai rupiah terhadap dollar Amerika tetap di dalam
tingkat yang amat rendah, sehingga harga-harga keperluan umum, terutama
sembako, dalam hitungan rupiah tetap tinggi.
Krisis yang melanda Indonesia juga
disebabkan karena praktek KKN. Istilah KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) adalah
istilah yang paling populer yang disuarakan oleh kaum reformis untuk segera
diberantas. Kolusi diantara penguasa pada masa ORBA dengan para pengusaha hanya
menguntungkan kedua belah pihak. Sedangkan rakyat hanya menerima akibat buruk
dari praktek tersebut. Demikian juga, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat
negara telah menguras sumber ekonomi negara sehingga uang yang seharusnya
digunakan untuk kemakmuran rakyat tidak sampai kepada sasarannya. Adapun
nepotisme adalah praktek penguasa yang lebih mementingkan anggota keluarga atau
golongan untuk memperoleh jabatan serta kesempatan-kesempatan dalam dunia
usaha. Penderitaan rakyat akibat krisis ekonomi dibaca dengan baik oleh
kelompok intelektual terutama mahasiswa.
Dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi adalah pada ketersediaan cadangan devisa. Setelah mengalami beberapa kegagalan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar, maka cadangan devisa negara merosot dari sekitar 20 milyar dollar AS pada pertengahan 1997 menjadi sekitar 14 milyar pada pertengahan 1998. Hal ini juga merupakan dampak dari memburuknya neraca modal Indonesia terhadap penurunan arus modal masuk secara drastis maupun melonjaknya arus modal keluar.
Dampak yang ditimbulkan dari krisis ekonomi adalah pada ketersediaan cadangan devisa. Setelah mengalami beberapa kegagalan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar, maka cadangan devisa negara merosot dari sekitar 20 milyar dollar AS pada pertengahan 1997 menjadi sekitar 14 milyar pada pertengahan 1998. Hal ini juga merupakan dampak dari memburuknya neraca modal Indonesia terhadap penurunan arus modal masuk secara drastis maupun melonjaknya arus modal keluar.
2. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998
Untuk dapat mencermati pergerakan
mahasiswa dapat dibedakan menjadi empat periode. Periodisasi ini dibuat dengan
mendasarkan pada momen-momen penting dalam gerakan mahasiswa tahun 1998 yaitu :
tanggal Sidang Umum MPR 1-11 Maret 1998, Insiden berdarah Universitas Trisakti
12 Mei dan mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998. Periode pertama
adalah periode sebelum 1 Maret 1998. Pada awal periode itu, isu yang
ditampilkan belumlah menyangkut substansi reformasi melainkan sebatas pada
kondisi aktual saat itu seperti: kelaparan di Irian Jaya, kebakaran hutan di
Kalimantan dan Sumatera, menuntut pemerintah untuk menurunkan harga-harga
barang, dan menindak penimbun sembilan bahan pokok (sembako). Contonya adalah
aksi 150 mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan mimbar bebas
di kampus Baranangsiang pada hari Rabu, 3 Desember 1997 dengan poster-poster
yang dipajang bertuliskan: Berantas Korupsi dan Kolusi, Tindak Tegas Mega
Koruptor di BI, Tindak Tegas Pembakaran Hutan, Tindak Tegas Aborsi Sampai ke
Akar-akarnya. Pada hari Senin 12 Januari 1998 sebanyak 24 orang mahasiswa IPB
Bogor mendatangi balaikota Bogor dengan mempermasalahkan merebakknya
gambar-gambar porno yang terpasang disejumlah bioskop dan maraknya praktik
prostitusi di beberapa tempat di wilayah Bogor. Aksi-aksi demo tersebut
bersifat lokal sporadis dan belum memiliki dampak berantai kepada
mahasiswa-mahasiswa lainnya, baik yang dari satu perguruan tinggi ataupun ke
perguruan tinggi lainnya. Di samping jumlah partisipan yang cenderung terdiri
atas sebagian kecil mahasiswa dari satu perguruan tinggi, aksi-aksi ini belum
memiliki sebuah kerangka dan agenda aksi yang terjadwal.
Periode kedua adalah 12 Maret 1998-12 Mei 1998. setelah sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan demonstrasi. Isi-isu yang dimunculkan pada periode ini berkenaan dengan kredibelnya kabinet Pembangunan VII karena dinilai sarat dengan nepotisme dan koncoisme. Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa dalam melakukan aksi di dalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk berdemonstrasi di luar kampus sudah tentu memicu bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar pada periode ini terjadi di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan yang menyebabkan diliburkannya kampus dari kegiatan akademik sejak 29 April hingga 7 Mei 1998. Aksi ini sempat disebut sebagai aksi yang paling beringas yang melibatkan aksi saling melempar batu antara mahasiswa dan aparat, penembakan gas air mata, pembakaran 2 motor aparat keamanan dan lain sebagainya. Dalam periode ini isu-isu lain yang muncul adalah mengenai dialog yang diprakarsai oleh ABRI dan peristiwa penculikan para aktivis. Sebagaian besar mahasiswa dari perguruan tinggi yang telah mapan seperti UGM, UI, IKIP Bandung, IAIN, dan Unpad tidak hadir dalam dialog tersebut.
Periode ketiga, periode ini ditandai dengan terjadinya peristiwa insiden Trisakti tanggal 12 Mei 1998, dimana ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal Orde Baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi mereka dihadang oleh aparat kepolisian yang mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan pengerusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa.
Periode kedua adalah 12 Maret 1998-12 Mei 1998. setelah sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan demonstrasi. Isi-isu yang dimunculkan pada periode ini berkenaan dengan kredibelnya kabinet Pembangunan VII karena dinilai sarat dengan nepotisme dan koncoisme. Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa dalam melakukan aksi di dalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk berdemonstrasi di luar kampus sudah tentu memicu bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu demonstrasi mahasiswa terbesar pada periode ini terjadi di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Medan yang menyebabkan diliburkannya kampus dari kegiatan akademik sejak 29 April hingga 7 Mei 1998. Aksi ini sempat disebut sebagai aksi yang paling beringas yang melibatkan aksi saling melempar batu antara mahasiswa dan aparat, penembakan gas air mata, pembakaran 2 motor aparat keamanan dan lain sebagainya. Dalam periode ini isu-isu lain yang muncul adalah mengenai dialog yang diprakarsai oleh ABRI dan peristiwa penculikan para aktivis. Sebagaian besar mahasiswa dari perguruan tinggi yang telah mapan seperti UGM, UI, IKIP Bandung, IAIN, dan Unpad tidak hadir dalam dialog tersebut.
Periode ketiga, periode ini ditandai dengan terjadinya peristiwa insiden Trisakti tanggal 12 Mei 1998, dimana ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal Orde Baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi mereka dihadang oleh aparat kepolisian yang mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan pengerusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa.
Periode keempat, Soeharto akhirnya
menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi,
namun tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia
karena ia meninggalkan kursi kepresidenan dengan menyerahkan secara sepihak
tampuk kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habibie. Ini mengundang perdebatan
hukum dan penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar
mahasiswa menyatakan bahwa Habibie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap
bertahan di gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua
mahasiswa digusur dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang
menampung mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah kampus Atmajaya Jakarta
yang terletak di Semanggi.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
3. Krisis Politik yang Terjadi di Indonesia
Kekerasan politik yang berdimensi
rasial sesungguhnya bukanlah hal yang baru di dalam sejarah politik di Tanah
Air kita, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Kejadian-kejadian
yang dilaporkan secara luas akhir-akhir ini berkaitan dengan aksi kerusuhan
sebelum, selama, dan sesudah jatuhnya rezim Orde Baru sebenarnya telah
dikhawatirkan oleh banyak pihak akan muncul. Meskipun demikian, tak pernah
dibayangkan bahwa kekerasan politik yang berwarna rasial itu akan berlangsung
sedemikian mengerikan, khususnya terjadi pembunuhan serta perkosaan terhadap
warga etnis Tionghoa. Tak pelak lagi, kekerasan politik rasial merupakan salah
satu persoalan yang senantiasa menyatu pada kehidupan politik selama ia tidak
diselesaikan secara terbuka, proporsional, dan rasional. ORBA yang dibentuk
menyusul tumbangnya rezim Orde Lama dibawah Soekarno, secara formal menyatakan
ingin melakukan koreksi total terhadap penyimpangan-penyimpangan
konstitusional, termasuk dalam masalah hubungan antara kelompok mayoritas dan
minoritas. Dalam perkembangannya selama 32 tahun, ORBA ternyata masih melakukan
kesalahan-kesalahan yang sama dan bahkan dalam kaitan dengan masalah rasial
terjadi yang lebih besar.
4.
Faktor
Sosial
a.
Meningkatnya Angka Kemiskinan.
Kenaikan
angka penduduk miskin yang melonjak dengan pesat disebabkan oleh beberapa hal :
·
Menurunnya pendapatan riil penduduk diperkirakan untuk
periode 1997-1998 terjadi penurunan pendapatan riil rata-rata sebesar 10-14%
dalam nilai konstan.
·
Naiknya jumlah pengangguran, terutana di kota-kota
besar menyebabkan munculnya kelompok-kelompok miskin dengan perkiraan sekitar
15 juta orang pada tahun 1998.
·
Kenaikan inflasi, terutama untuk kelompok pangan yang
jauh lebih tinggi dari tingkat inflasinya sendiri. Diperkirakan untuk harga
beras telah meningkat hampir 200%. Hal ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat
desa maupun kota dan mendorong mereka dalam kelompok hidup miskin.
b.
Kelompok Rawan Pangan.
Melihat
lebih dalam lagi ke dalam distribusi kemiskinan yang digolongkan sebagai
keluaraga pra sejahtra dan sejahtra meningkat menjadi hampir 17,5 juta. Kelompok
masyarakat rawan pangan yang naik secara drastis ini disebabkan oleh kombinasi
antara krisis ekonomi yang menurunkan daya beli dan faktor alam yang tidak
menguntungkan. Hasil estimasi secara konservatif yang dilakukan oleh World Food
Program yang dilakukan di 35 wilayah DATI II di 15 provinsi menunjukan bahwa
7,5 juta orang dari sekitar 19,5 juta populasi di wilayah tersebut akan
mengalami masalah rawan pangan.Kemiskinan absolut sangat erat kaitanya dengan
maslah rawan pangan dan kekurangan gizi. Masalah rawan pangan sebagain besar
menimpa wanita dan anak-anak.
c.
Meledaknya Angka Pengangguran
Tingkat
pengangguran diperkirakan mencapai 15 juta orang atau sekitar 16,5% dari
angkatan kerja pada pertengahan 1998. Angka ini jelas lebih rendah dari angka sebelumnya.
Hal ini diperburuk lagi mengingat masalah sebenarnya terletak pada semi
pengangguran yang jauh lebih besar dari angka pengangguran dan merupakan
indikasi kearah kelompok penduduk miskin. Hal ini terutama terjadi di
perkotaan, dimana sebagaian besar pengangguran biasanya tetap melakukan
pekerjaan tetapi dengan beban kerja yang sangat ringan dan upah yang minim.
Pada tahun 1996 diperkirakan sekitar 37% dari pekerja sebenarnya berada dalam
kondisi semi pengangguran dan angka ini diperkirakan lebih besar lagi pada
situasi krisis seperti ini.
d.
Menurunnya Murid Sekolah
Konsekuensi
dari menurunnya pendapatan riil adalah menurunnya tingkat pendaftaran sekolah.
Hal ini terutama desebabkan oleh tekanan kepada anak untuk membantu mencari
nafkah terutama bagi keluarga miskin. Pada tahun 1998/1999 diperkirakan menjadi
kenaikan murid putus sekolah dari sekitar 2,6% menjadi 5,7% untuk murid SD atau
kenaikan sebesar 119,2%. Sedangkan untuk murid SMP naik 5,1% menjadi 13,3% atau
kenaikan sebesar 125%. Secara absolut diperkirakan sekitar 17,5 juta murid usia
sekolah akan putus sekolah untuk mencari penghasilan serta 400 ribu murid
sekolah tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Bahkan jika
dilakukan penghapusan uang sekolah, kenaikan murid usia sekolah diperkirakan
akan tidak meningkat drastis karena semakin tingginya biaya-biaya kesempatan
(opportunity cost) di lapangan kerja.
e.
Mutu Kesehatan
Di bidang
kesehatan, melemahnya nilai tukar rupiah telah menyebabkan kenaikan drastis
harga obat-obatan, vaksin, kontrasepsi. Survei kecil yang dilakukan di Jakarta
dan Jawa Barat menunjukkan kenaikan harga obat rata-rata hampir tiga kali
lipat. Sedemikian parahnya masalah kelangkaan obat sehingga beberapa pusat
kesehatan tutup. Lebih parah lagi, menurunnya tingkat pendapatan riil
menyebabkan daya beli kelompok penduduk miskin untuk mendapatkan fasilitas
kesehatan berkurang. Kondisi yang sama terjadi pada golongan wanita, terutama
wanita hamil yang akan mempertinggi resiko kematian bayi akibat buruknya sarana
kesehatan. Berita-berita di surat kabar menyatakan bahwa bertambah banyak
jumlah pasien yang memilih keluar dari rumah sakit karena kurang dan mahalnya
obat-obatan.
·
Keadaan Bangsa Indonesia Pada Era Reformasi
Era
reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, tepatnya pada saat
presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Krisis finansial
Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. B. J. Habibie yang menjadi Wakil
Presiden dan sebelumya menjabat sebagai Mentri Riset dan Teknologi,
menggantikannya sebagai Presiden baru. Jatuhnya pilihan kepada B. J. Habibie
merupakan suatu hal yang kontroversial. Habibie sesungguhya mewarisi suatu
pemerintahan yang mengalami kerusakan total serta bersifat multidimensioal baik
dalam segi moniter, ekonomi, sosila, politik, dan juga mental (Amin Rais, 1998:
29). Proyek kebanggaan Habibie, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)
masalnya, sering menjadi sasaran kritik karena diduga telah menyalahgunakan
anggaran negara (Hikam, Muhamad, 1999: 71). Pemerinthan Soeharto semakin disorot
setelah tragedi Triaakti pada tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian memicu
kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswapun meluas hampir
diseluruh Indonesia. Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri,
Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pada tanggal
21 Mei 1998 tepatnya pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya
dan kemudian mengucapkan terimakasih serta mohon maaf kepada seluruh rakyat.
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, banyak mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Hal ini dapat dilihat dari munculnya era reformasi yang mengalami perubahan-perubahan seperti berikut ini:
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, banyak mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Hal ini dapat dilihat dari munculnya era reformasi yang mengalami perubahan-perubahan seperti berikut ini:
1)
Dalam Bidang Ekonomi
Dalam
perdebatan-perdebatan mengenai ekonomi, sering diperdebatkan apakah ekonomi
menjadi prasyarat keamanan ataukah sebaliknya keamanan menjadi prasyarat
hidupnya ekonomi. Apabila ekonomi rusak dan keluarga-keluarga dalam masyarakat
tidak mungkin memenuhi kebutuhanya, pelanggaran-pelanggaran hukum amat sukar
dicegah. Tetapi, kalau keadaan umum tidak aman kegiatan-kegiatan ekonomi pasti
terganggu, bahkan mungkin buat sementara terhenti. Keamanan umum di Indonesia
dalam satu tahun sesudah Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden mengalami
banyak gangguan, sedangkan ekonomi umum belum mampu bangkit kembali dari
pukulan berat oleh krisis moneter. Nilai rupiah terhadap dollar AS dalam
beberapa bulan sesudah pergantian tahun 1998 sampai 1999 relatif stabil tetapi
pada tingkat yang tinggi antara Rp. 7.000 dan Rp. 8.000 sehingga belum dapat
membantu ibi-ibu rumah tangga dari kelas rendah yang penghasilan kerjanya dalam
rupiah belum cukup untuk mengejar harga sembako yang tetap tinggi. Karena keadaan
ekonomi yang demikian, jumlah anak jalanan dan preman tidak berkurang, tetapi
malah bertambah. Para petani pangan juga banyak yang mengeluh karena tingginya
harga pupuk dan karena saingan harga beras dari luar negeri yang dapat masuk ke
Indonesia dengan bebas pajak atau dengan pajak yang rendah.
2)
Dalam Bidang Politik
Suasana
politik sesudah berhentinya Presiden Soeharto penuh dengan kejadian-kejadian
yang menimbulkan frustasi dikalangan Pemerintah, ABRI, partai-partai politik
dan masyarakat umum. Di antara kejadian-kejadian itu dapat disebut beberapa
yang membawakan disintegrasi politik berkepanjangan, misalnya naiknya Habibie
menjadi Presiden menggantikan Soeharto, pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan, timbulnya partai-partai politik baru, tawaran kepada rakyat
Timor-Timur untuk mendapatkan otonomi luas atau kemerdekaan, gerakan di Irian
Jaya dan Aceh untuk mendirikan negara merdeka baru lepas dari Republik
Indonesia; Rencana Pemilu 1999 dan pencalonan Preseden. Disamping itu, hampir
setiap hari orang Jakarta dan kota besar lainnya dapat membaca di surat kabar,
majalah atau tabloid tentang politik pemerintahan Soeharto yang merugikan
negara dan rakyat karena bertentangan dengan sistem demokrasi.
3)
Dalam Bidang Sosial
Sejak
Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden pada tanggal 21 Mei
1998 sampai satu tahun kemudian keadaan sosial di indonesia selalu diganggu
oleh berbagai peristiwa yang meresahkan masyarakat banyak. Jumlah kemiskinan
yang setahun lalu mencuat samapi 100 juta belum menunjukkan gejala menurun.
Jumlah penganggur sebagai korban PHK tidak kurang dari tujuh juta, dengan
kebanyakan di antara mereka bermukim di kota-kota besar.
Banyaknya jumlah penduduk miskin dan korban PHK, banyak keluarga terpaksa mengurangi makan sehari-hari atau memilih maknan yang berkualitas gizi rendah, juga buat anak-anak di bawah umur sepuluh tahun yang sedang sangat membutuhkan masukan gizi yang cukup sebagai landasan kesehatan badan mereka. Dikhawatirkan, kalau kekurangan gizi berlangsung lebih lama generasi anak-anak dikemudian hari akan menjadi generasi anak-anak yang lemah. Kekurangan gizi yang berkepanjangan tidak hanya memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan tubuh anak, akan tetapi juga intelegensi atau daya pikir mereka. Selain itu, gejala sosial yang menarik perhatian adalah di bidang keamanan dan ketertiban umum. Tahun 1999, kepolisian RI secara organisatoris dan operasional dipisahkan dari angkatan-angkatan bersenjata. Istialah ABRI tidak lagi berlaku dan diganti dengan TNI yang meliputi angkatan darat, laut dan udara. Di samping itu, kepolisian RI berdiri sendiri meskipun secara administratif tetap di bawah pimpinan Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Banyaknya jumlah penduduk miskin dan korban PHK, banyak keluarga terpaksa mengurangi makan sehari-hari atau memilih maknan yang berkualitas gizi rendah, juga buat anak-anak di bawah umur sepuluh tahun yang sedang sangat membutuhkan masukan gizi yang cukup sebagai landasan kesehatan badan mereka. Dikhawatirkan, kalau kekurangan gizi berlangsung lebih lama generasi anak-anak dikemudian hari akan menjadi generasi anak-anak yang lemah. Kekurangan gizi yang berkepanjangan tidak hanya memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan tubuh anak, akan tetapi juga intelegensi atau daya pikir mereka. Selain itu, gejala sosial yang menarik perhatian adalah di bidang keamanan dan ketertiban umum. Tahun 1999, kepolisian RI secara organisatoris dan operasional dipisahkan dari angkatan-angkatan bersenjata. Istialah ABRI tidak lagi berlaku dan diganti dengan TNI yang meliputi angkatan darat, laut dan udara. Di samping itu, kepolisian RI berdiri sendiri meskipun secara administratif tetap di bawah pimpinan Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Di pihak yang lain, sejumlah demonstrasi menuntut agar Soeharto mundur
masih terus diadakan, bahkan hingga harus mengorbankan banyak nyawa dari para
demonstrasi yang berasal dari mahasiswa. Demonstrasi pada rezim Orde Baru tersebut kemudian meluas ke
daerah-daerah sekitarnya hampir selama beberapa hari ke berikutnya. Tuntutan
yang mereka ajukan masih sama, yakni untuk diadakannya sebuah reformasi
di seluruh Kebijakan pada bidang Ekonomi, bidang Politik, serta Presiden Soeharto untuk
segera mundur dari Presiden RI yang ke-2.
Akibat dari demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan juga yang terjadi di
hampir seluruh daerah wilayah Indonesia, pada akhirnya memaksa Presiden
Soeharto untuk mengumumkan ke publik mengenai pengunduran dirinya tepat di
Istana Kepresidenan (Jakarta) tanggal 21 Mei 1998. Lalu, bergantilah jabatan
Presiden RI kepada BJ. Habibie yang kala itu sedang menjabat Wakil Presiden,
yang kemudian naik menjadi Presiden RI yang ke-3 menggantikan rezim Orde Baru selama 32 tahun yang
dipimpin oleh Soeharto. Setelah pengumuman itu tersebar ke seluruh penjuru Bangsa Indonesia terutama di Jakarta serta
disejumlah kota-kota besar lainnya berubah menjadi mencekam.
1.
Tanggal 5 Maret 1998
Sekitar
lebih kurang 20 mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung MPR/DPR guna
menyatakan penolakan keras atas pidato pertanggung-jawaban dari presiden
disampaikan ketika Sidang Umum yang diselenggarakan oleh MPR serta menyerahkan
agenda Reformasi Nasional, ketika hari itu mereka kedatangan
mereka diterima oleh Fraksi ABRI.
2.
Tanggal 11 Maret 1998
Sumpah
jabatan atas Presiden dan Wakil Presiden RI kala itu, yakni Soeharto dan BJ
Habibie.
3.
Tanggal 14 Maret 1998
` Presiden
Soeharto mengumumkan sebuah kabinet yang baru diberi nama Kabinet
Pembangunan ke-7 (VII).
4.
Tanggal 15 April 1998
Presiden Soeharto meminta agar para
mahasiswa mengakhiri sejumlah protes yang mereka ajukan.
5.
Tanggal 18 April 1998
Jend. Purn.
Wiranto yang kala itu bertindak sebagai Menteri Pertahanan & Keamanan RI
berserta 14 menteri dalam Kabinet Pembangunan ke-7 mengadakan dialog
bersama para mahasiswa di PJR (Pekan Raya Jakarta). Namun, sejumlah mahasiswa
terang-terangan menolak terhadap dialog tersebut.
6.
Tanggal 1 Mei 1998
Presiden
Soeharto lewat Hartono (Menteri Dalam Negeri) dan Alwi Dachlan (Menteri
Penerangan), menyebutkan bahwa sebuah reformasi baru dapat dilakukan
pada tahun 2003.
7.
Tanggal 2 Mei 1998
Alwi Dachlan
sebagai Menteri Penerangan kala itu meralat pernyataan yang pernah beliau
katakan, yakni menyangkut mengenai Presiden Soeharto yang ingin melaksanakan
sebuah reformasi dapat dilaksanakan sejak dari sekarang.
8.
Tanggal 4 Mei 1998
Mahasiswa
Yogyakarta, Bandung, serta Medan menyambut kenaikan dari harga BBM (Bahan
Bakar Minyak), tanggal 2 Mei 1998 dengan berdemonstrasi besar-besaran. Namun,
aksi demonstrasi tersebut berubah menjadi kerusuhan anarkis ketika para
demonstran terlibat bentrok fisik dengan sejumlah petugas keamanan.
9.
Tanggal 5 Mei 1998
Sejumlah
aksi Demonstrasi para mahasiswa besar-besaran yang terjadi di kota Medan,
berujung hingga terjadinya kerusuhan yang anarkis.
10. Tanggal 9 Mei 1998
Presiden
Soeharto berangkat kunjungan ke kota Kairo (Mesir) guna menghadiri pertemuan di
KTT G yang ke-15. Hal ini merupakan kunjungan beliau ke luar negeri yang
terakhir sebagai Presiden Republik Indonesia.
11. Tanggal 12 Mei 1998
Para aparat
keamanan yang bertugas mengamankan demonstrasi malah menembak 4 mahasiswa Universitas
Trisakti yang melakukan berdemonstrasi damai. Ke-4 para mahasiswa tersebut
ditembaki ketika sedang berada tepat di depan halaman kampusnya sendiri.
12. Tanggal 13 Mei 1998
Para
mahasiswa dari berbagai Macam perguruan tinggi yang berada di
Jakarta, Tangerang, Bogor, serta Bekasi berdatangan ke Universitas Trisakti
guna menyatakan kedukaan yang mendalam. Namun, sayangnya lagi-lagi kegiatan
tersebut diwarnai dengan kerusuhan yang anarkis kembali.
13. Tanggal 14 Mei 1998
Presiden
Soeharto seperti yang dikutip di berbagai surat kabar, menyebutkan bahwa beliau
bersedia untuk mengundurkan dari jabatannya, apabila rakyat yang menginginkan.
Beliau menegaskannya di depan para Masyarakat Indonesia yang sedang berada di
kota Kairo kala itu. Di lain pihak, kerusuhan dan juga penjarahan semakin
menjadi terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan yang berada di Jabotabek,
misalnya saja: Super-Indo, Supermarket Hero, Goro, Makro, Ramayana serta Borobudur.
Akibatnya, bangunan pusat dari perbelanjaan tersebut dirusak dan juga dibakar.
Lebih dari 500 orang meninggal dunia, dikarenakan kebakaran hebat tersebut yang
terjadi.
14. Tanggal 15 Mei 1998
Presiden
Soeharto pun tiba di Indonesia, setelah sebelumnya memperpendek waktu
kunjungannya di kota Kairo. Beliau membantah telah menjelaskan bersedia untuk
mengundurkan diri. Akibatnya, suasana di Ibukota (Jakarta) makin terasa
mencekam. Hal ini dapat dilihat dengan toko banyak yang ditutup serta sebagian Warga pun enggan dan takut untuk keluar
dari rumah.
15. Tanggal 16 Mei 1998
Begitu pula
warga asing yang berbondong-bondong untuk kembali ke negara asal mereka karena
wilayah Jabotabek yang kian mencekam.
16. Tanggal 19 Mei 1998
Presiden
Soeharto memanggil 9 Tokoh Islam,
diantaranya yakni: Abdurachman Wahid, KH Ali Yafie, Malik Fajar, dan
Nurcholis Madjid, pertemuan itu berlangsung selama 2 jam lebih. Kala itu,
Presiden Soeharto menegaskan beliau tidak ingin dipilih kembali untuk menjadi
Presiden RI, namun hal tersebut tidak mampu untuk meredam aksi demonstrasi dari
para massa dan mahasiswa yang berdatangan ke Gedung MPR/DPR.
17. Tanggal 20 Mei 1998
Lapangan
Monumen Nasional telah dipagari oleh kawat berduri dan jalan menuju ke sana
sudah diblokade, akhirnya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
pada dini hari (Amien Rais) mengurungkan niatnya untuk mengajak massa berserta
mahasiswa menggelar upacara di sana. Namun, desakan tak pernah surut untuk
menuntut agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI
rezim Orde Baru.
18. Tanggal 21 Mei 1998
Pada hari Kamis, tepat pukul 09.05
WIB di Istana Merdeka. Presiden Soeharto akhirnya mengumumkan pengunduran
dirinya dari kursi Presiden RI ke-2. Otomatis, BJ. Habibie yang kala itu
sebagai Wakil Presiden RI pada akibat rezim Orde Baru, langsung disumpah sebagai Presiden RI yang ke-3.
3.4 Faktor
Tumbangya Rezim Orde Baru
Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Runtuhnya Rezim Orde Baru
Runtuhnya pemerintahan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang disertai dengan tuntutan demokratisasi disegala bidang serta tuntutan untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadikan perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang sangat cepat dan dinamis. Situasi ini menuntut bangsa Indonesia untuk berusaha mengatasi kemelut sejarahnya dalam arus utama perubahan besar yang terus bergulir melalui agenda reformasi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai berikut :
Runtuhnya pemerintahan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang disertai dengan tuntutan demokratisasi disegala bidang serta tuntutan untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadikan perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang sangat cepat dan dinamis. Situasi ini menuntut bangsa Indonesia untuk berusaha mengatasi kemelut sejarahnya dalam arus utama perubahan besar yang terus bergulir melalui agenda reformasi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai berikut :
1.
Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998
Untuk dapat mencermati pergerakan mahasiswa dapat
dibedakan menjadi empat periode. Periodisasi ini dibuat dengan mendasarkan pada
momen-momen penting dalam gerakan mahasiswa tahun 1998 yaitu : tanggal Sidang
Umum MPR 1-11 Maret 1998, Insiden berdarah Universitas Trisakti 12 Mei dan
mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998. Periode pertama adalah periode
sebelum 1 Maret 1998. Pada awal periode itu, isu yang ditampilkan belumlah
menyangkut substansi reformasi melainkan sebatas pada kondisi aktual saat itu
seperti: kelaparan di Irian Jaya, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera,
menuntut pemerintah untuk menurunkan harga-harga barang, dan menindak penimbun
sembilan bahan pokok (sembako). Contonya adalah aksi 150 mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan mimbar bebas di kampus Baranangsiang pada
hari Rabu, 3 Desember 1997 dengan poster-poster yang dipajang bertuliskan:
Berantas Korupsi dan Kolusi, Tindak Tegas Mega Koruptor di BI, Tindak Tegas
Pembakaran Hutan, Tindak Tegas Aborsi Sampai ke Akar-akarnya. Pada hari Senin
12 Januari 1998 sebanyak 24 orang mahasiswa IPB Bogor mendatangi balaikota
Bogor dengan mempermasalahkan merebakknya gambar-gambar porno yang terpasang
disejumlah bioskop dan maraknya praktik prostitusi di beberapa tempat di
wilayah Bogor. Aksi-aksi demo tersebut bersifat lokal sporadis dan belum
memiliki dampak berantai kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya, baik yang dari
satu perguruan tinggi ataupun ke perguruan tinggi lainnya. Di samping jumlah
partisipan yang cenderung terdiri atas sebagian kecil mahasiswa dari satu
perguruan tinggi, aksi-aksi ini belum memiliki sebuah kerangka dan agenda aksi
yang terjadwal.
Periode kedua adalah 12 Maret 1998-12 Mei 1998.
setelah sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan
demonstrasi. Isi-isu yang dimunculkan pada periode ini berkenaan dengan
kredibelnya kabinet Pembangunan VII karena dinilai sarat dengan nepotisme dan
koncoisme. Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa dalam melakukan
aksi di dalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk berdemonstrasi di luar kampus
sudah tentu memicu bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu demonstrasi mahasiswa
terbesar pada periode ini terjadi di kampus Universitas Sumatera Utara (USU)
Medan yang menyebabkan diliburkannya kampus dari kegiatan akademik sejak 29
April hingga 7 Mei 1998. Aksi ini sempat disebut sebagai aksi yang paling
beringas yang melibatkan aksi saling melempar batu antara mahasiswa dan aparat,
penembakan gas air mata, pembakaran 2 motor aparat keamanan dan lain
sebagainya. Dalam periode ini isu-isu lain yang muncul adalah mengenai dialog
yang diprakarsai oleh ABRI dan peristiwa penculikan para aktivis. Sebagaian
besar mahasiswa dari perguruan tinggi yang telah mapan seperti UGM, UI, IKIP
Bandung, IAIN, dan Unpad tidak hadir dalam dialog tersebut.
Periode ketiga, periode ini ditandai dengan terjadinya
peristiwa insiden Trisakti tanggal 12 Mei 1998, dimana ribuan mahasiswa
Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai
Presiden Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal Orde
Baru. Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda
krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol
menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi mereka dihadang oleh aparat kepolisian yang
mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan
terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan
mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya
baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam
tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan
pengerusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota
Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa.
Periode keempat, Soeharto akhirnya menyerah pada
tuntutan rakyat yang menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi, namun
tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia karena ia
meninggalkan kursi kepresidenan dengan menyerahkan secara sepihak tampuk
kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habibie. Ini mengundang perdebatan hukum
dan penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar mahasiswa
menyatakan bahwa Habibie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap bertahan di
gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua mahasiswa digusur
dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang menampung
mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah kampus Atmajaya Jakarta yang
terletak di Semanggi.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi
Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan
membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak
kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula
untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari
orang-orang Orde Baru.
3.4 Kerusuhan Diberbagai Kota
· Tragedi Trisakti memicu terjadinya aksi demo dibeberapa daerah Republik Indonesia. Pada dasarnya tuntutan yang mereka suarakan sama, yaitu menuntut adanya reformasi total. Aksi yang di pelopori mahasiswa ini disusupi oleh masa dari berbagai kalangan sehingga menimnulkan kerusahan.
· Aksi demo di Jakarta
· Tragedi Trisakti mengakibatkan aksi demonstrasi makin besar dan luas. Peristiwa tersebut mendapat simpati dari masyarakat di berbagai daerah, khususnya Jakarta. Namun aksi demonstrasi tersebut berkembang menjadi kerusuhan. Kerusuhan terjadi pada hari rabu dan kamis tanggal 13 dan 14 Mei 1998. Massa membakar mobil, toko, dan kantor-kantor. Pada tanggal 14 Mei 1998, massa juga melakukan penjarahan, seperti di Palmerah Plaza, Bank Lippo, Bank BCA, Slipi Jaya Plaza, Pasar Tanah Abang, dan Plaza Sentral Klender. Kerusuhan ini mengakibatkan tewasnya sekitar 500 orang dan kerugian materi sekitar 2.5 Triliun.
· Aksi demo di Semarang juga dipelopori oleh mahasiswa dengan diikuti masyarakat umum. Massa berhasil menduduki gedung RRI, Gedung Gubernur Jawa Tengah, dan Gedung DPRD pada tanggal 14 Mei 1998. Selain menuntut mundurnya Presiden Soehart, massa juga menuntut turunya Gubernur Suwardi.
· Aksi demo di Medan dipelopori oleh mahasiswa Universitas Sumatra Utara (USU) Gedung kantor DPRD Sumut. Ketua DPRD Sumut, H.M. Iskak menyatakan mendukung penuh refomarsi. Dalam aksi ini seorang aparat tertembak hingga meninggal.
· Aksi demo di Solo berpusat dikampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) tanggap 14 dan 15 Mein 1998. Aksi ini menimbulkan beberapa kerusuhan. Massa membakar beberapa hotel dan kantor Bank, serta menghancurkan toko milik warga keturunan Tionghoa.
· Aksi demo di Surabaya
Aksi demo di Surabaya terjadi pada hari kamis
tanggal 14 Mei 1998. Aksi demo dibarengi dengan perusakan dan penjarahan.
Mahasiswa berhasil menduduki kantor RRI regional I Surabaya dan lewat radio itu
mereka menyuarakan tuntutan mengenai Sidang Istimewa MPR dan turunnya Presiden
Soeharto.
·
Aksi demo
di Manado
Unjuk rasa terjadi pada hari kamis tanggal 14
Mei 1998 dengan dipelopori mahasiswa Universitas Sam Ratulangi. Dalam Aksinya,
mereka mengajukan empat tuntutan pokok, yaitu reformasi di segala bidang,
penurunan harga bahan bakar minyak dan obat usut tuntas insiden 20 April di
Unsrat, dan usust tuntas Tragedi 12 Mei di Universitas Trisakti.
·
Aksi demo
di Yogyakarta
Aksi demo di Yogyakarta dilakukan oleh
mahasiswa dari berbagai universitas. Pada tanggal 19 Mei 1998 terjadi peristiwa
bersejarah kurang lebih sejuta manusia berkumpul di alun-alun utara Keraton
Yogyakarta untuk menghadiri Pisowanan Agengyang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri
Paku Alam VIII.
Pada perkembagannya, mahasiswa berusaha
menduduki Gedung DPR/MPR Jakarta. Para Mahasiswa menuntut kepada wakil-wakil
rakyat agar segera menyelenggarakan Sidang Istimewa MPR untuk mencabut mandat
Presiden Soeharto. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari barbagai
Universitas di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan sebagainya berhasil menduduki
Gedung DPR/MPR.
Kuatnya desakan yang datang dari mahasiswa dan
rakyat di berbagai daerah, berakibat diadakannya Sidang Istimewa MPR tanggal 20
Mei 1998. Keesokan harinya pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Negara Jakarta.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan permasalah dan hasil diskusi di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut. Factor-faktor yang menyebabkan jatuhnya pemerintah Orba adalah
:
1.
Krisis ekonomi dan moneter yang menyebabkan rapuhnya fondasi
Indonesia dan banyaknya praktik KKN dan monopoli ekonomi, melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS.
2.
Krisis politik demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan
semestinya.
3.
Krisis kepercayaan, kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan
Presiden Soeharto berkurang setelah Indonesia dilanda krisis multidimensi.
4.
Krisis social, gejolak politik yang tinggi yang menimbulkan
berbagai potensi perpecahan social di masyarakat.
5.
Penjarahan yang dilakukan massa yaitu memperkosa warga keturunan
Cina.
6.
Krisis hukum, pengadilan sangat sulit menwujudkan keadilan bagi
seluruh rakyat karena sering terjadinya rekayasa dalam proses peradilan oleh
para penguasa dan pejabt-pejabat negara.
4.2. Saran
Adapun saran yang
dapat di sampaikan dalam makalah tersebut adalah :
1.
Pemerintah di harapakan dapat mengawasi jalannya pemerintahan
agar peristiwa masa orde baru tidak terulang lagi.
2.
Sebagai seorang pemimpin, janganlah mementingkan diri sendiri
tetapi cobalah berpikir untuk mengambil gagasan yang bisa merubah khalayak
ramai untuk maju dan sejahtera. Karena maju mundurnya suatu negara tergantung
bagaimana pemimpinnya.
3.
Pemerintah harus mengawas ketat pejabat yang melanggar hukum,
contohnya yang melakukan korupsi harus disidang secepat mungkin dan di vonis
hukuman yang berat.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustopo Habib, dkk.
2007. Sejarah. Jakarta: Yudistira
Siwi Ismawati Nur, Sri
Widiastuti. 2012. Sejarah. Jawa Tengah: VIVAPAKARINDO